Jakarta -
Zarmina, suami, dan kedua anaknya sudah dua hari mencoba untuk keluar dari Afghanistan lewat Bandara Kabul. Dia dan keluarganya ingin melarikan diri menyusul pengambilalihan pemerintah yang dilakukan Taliban.
Menurut laporan Arab News dikutip Senin (23/8/2021), dua hari yang lalu dia mencoba keluar lewat Bandara Kabul, namun justru dia mengurungkan niatnya. Pasalnya, suasana Bandara Kabul justru mencekam.
Dia bercerita peluru menghujani landasan ketika tentara AS mencoba mengendalikan ribuan orang yang memadati Bandara Internasional Hamid Karzai dengan harapan dievakuasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zarmina bercerita petugas keamanan justru malah membidik kerumunan untuk menahan kekacauan. Dia mengatakan bandara yang jadi harapan untuk melarikan diri justru berubah menjadi tempat paling kejam di Afghanistan.
"Peluru mendarat di kiri dan kanan. Mereka bahkan menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa, tetapi tidak ada gunanya," ujar Zarmina mengisahkan ngerinya situasi Bandara Kabul.
"Anda mungkin akan terbunuh di sini, di bandara, yang merupakan tempat paling kejam di Afghanistan sekarang, daripada kemungkinan bahaya lainnya," ungkapnya.
Melihat kondisi mengerikan ini Zarmina dan suaminya memutuskan untuk pulang. Dia juga ingin memastikan keselamatan putra mereka yang berusia delapan bulan dan putri yang berusia lima tahun.
"Bayi saya menjerit, beberapa orang terluka di depan mata kami, kami berpikir untuk pergi sebelum terbunuh atau terluka," kata Zarmina.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Bahkan ketika mereka menunggu taksi untuk membawa mereka pulang, tersiar kabar tentang tujuh orang tewas dalam penembakan di dalam bandara. Menjadikan jumlah korban tewas menjadi 22 orang sejak 15 Agustus. Sementara itu dari pernyataan resmi dan laporan media, setidaknya 28.000 orang telah dievakuasi sejauh ini.
Demi alasan keamanan, Zarmina menolak menyebutkan negara mana yang rencananya didatangi keluarganya. Namun, sebagai karyawan organisasi Barat, dia memenuhi syarat untuk dievakuasi.
Ketakutan meningkat setelah Taliban mengambil kekuasaan, para warga Afghanistan yang bekerja untuk negara-negara koalisi yang dipimpin AS khawatir akan keselamatannya. Meskipun, Taliban berulang kali berjanji tidak akan membalas dendam dan akan memberikan amnesti.
Pada hari Minggu, AS dan sekutunya mengirim pasukan baru ke bandara Kabul untuk mengevakuasi warga, diplomat, dan ribuan warga Afghanistan yang telah bekerja untuk mereka sejak akhir 2001.
Zarmina mengatakan kondisi orang-orang di bandara sangat menderita, kepanasan, dan kekurangan air, bahkan makanan. Menurutnya, bandara sama saja seperti neraka kecil.
"Ini seperti neraka kecil. Saya akan menggambarkannya seperti bunuh diri," kata Zarmina.
Shabia Mantoo, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, menyambut baik evakuasi warga Afghanistan melalui program bilateral. Dia menekankan tanggapan atas nama kemanusiaan internasional yang mendesak dan lebih luas harus dilakukan.
"Sebagian besar warga Afghanistan tidak dapat meninggalkan negara itu melalui saluran reguler. Sampai hari ini, mereka yang mungkin dalam bahaya tidak memiliki jalan keluar yang jelas," kata Shabia.