Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap komponen obat hingga alat pelindung diri (APD) masih banyak diimpor dari luar negeri.
Pertama, Luhut mengungkap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari 20 molekul obat tidak sampai 50%. Dia pun mendesak agar hal ini bisa diubah dan mengandalkan produk dalam negeri.
"Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 20 molekul obat tidak ada 50%, ini masa mau gini terus! Harus diubah mindset-nya, Anda juga bisa untung kan kalau pake produk dalam negeri kan angkanya Rp 490 triliun, katakan Rp 300 triliun bisa digunakan besar sekali itu," kata Luhut dalam acara Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Alat Kesehatan, yang disiarkan melalui YouTube Farmalkes TV, Senin (30/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, ia mengatakan peningkatan anggaran COVID-19 harusnya menjadi momentum agar bisa meninggalkan impor alat-alat kesehatan. Dia pun bercerita ada yang datang kepadanya dan menawarkan soal APD murah dari luar negeri, namun Luhut tegas menolak hal itu.
"Peningkatan anggaran COVID-19, ini momentum bagus. Tetapi masa kita harus impor aja APD, sekarang nggak boleh lagilah. Sudah cukup, jangan lagi impor. Ini ada datang ke saya katanya ini murah APD dari luar. Nggak ada urusan dari luar! Dalam negeri pakai!" tegasnya.
Dalam kesempatan itu Luhut mengajak industri kesehatan untuk melepas ketergantungan impor terutama pada bahan obat dan APD. Dia pun menegaskan pemerintah akan mempermudah perizinannya untuk memproduksi di dalam negeri.
"Pelajaran pandemi COVID-19 melepas ketergantungan bahan baku impor. Ayo teman teman kami akan bantu untuk bikin apa saja, izinnya kita permudah. Tempatnya di mana, kan sudah ada di Batang, Jawa Tengah, mau di tempat lain silahkan," ujarnya.
Sebagai informasi, anggaran kesehatan meningkat tajam 61,6% (yoy) di tahun 2020 dan 61,5% di tahun 2021 (yoy). Angka itu melampaui mandatory minimal 5% APBN. Selama 2020 sampai 2021, alokasi anggaran untuk PEN kesehatan sebesar Rp 63,51 triliun untuk tahun 2020 dan tahun 2021 sebanyak Rp 176,3 triliun.
(ara/ara)