Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan periode 2001-2006 Hadi Poernomo mencatat tax ratio atau rasio pajak dalam 5 tahun terakhir terus turun. Sejak 2016 hingga 2020, angkanya 10,37 persen, 9,89 persen, 10,24%, 9,76%, dan 8,33%.
"Ironisnya, hal tersebut bertolak belakang dengan prestasi penerimaan perpajakan selepas terjadinya krisis moneter yang meluluhlantakkan perekonomian Indonesia pada tahun 1998," katanya, Selasa (31/8/2021).
Hadi menjelaskan bahwa saat itu penerimaan perpajakan terus mengalami mengalami peningkatan. Tercatat tax ratio pada tahun 2005 mencapai 12,6 persen. Padahal, dampak krisis moneter yang berimbas pada multi dimensi menyisakan perekonomian yang morat-marit. Proses recovery berlangsung lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga tahun 2001, tambah Hadi, negara masih tertatih-tatih bangkit dari keterpurukan. Pencapaian tersebut tidak didapat seperti membalikkan telapak tangan.
Baca juga: DJP Buka-bukaan Ribetnya Kejar Setoran Pajak |
Kemudian, pemerintah menjalankan program integrasi data dalam sebuah single identity number (SIN) pajak melalui nota kesepahaman (MoU) ke berbagai instansi baik instansi pemerintah maupun swasta sebagai bagian dari reformasi perpajakan.
"Langkah tersebut kemudian dinilai berhasil oleh pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan melalui pernyataan bahwa 'Potensi kehilangan penerimaan perpajakan dapat dikompensasi melalui dampak positif dari berbagai langkah administrasi perpajakan yang telah dilakukan secara konsisten sejak tahun 2001'," jelasnya.
SIN dianggap juga bisa menjadi jawaban atas penghindaran atau manipulasi pajak. Dengan sistem pungutan self assessment, hal-hal tersebut sangat mungkin terjadi. Itulah SIN Pajak bisa menjadi jawaban.
Hadi menuturkan teknologi ini merupakan penyatuan data secara online dan terintegrasi seluruh data baik keuangan maupun nonkeuangan yang digunakan sebagai data pembanding atas laporan perpajakan dari wajib pajak.
Apa itu SIN? Klik halaman berikutnya.