Ada Wacana Tembakau hingga Kelapa Sawit bakal Dilindungi Undang-undang

Siti Fatimah - detikFinance
Minggu, 05 Sep 2021 14:39 WIB
Foto: ANTARA FOTO/AKBAR TADO
Jakarta -

Komoditas strategis perkebunan yang selama ini dinilai berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional akan diproteksi melalui payung hukum Undang-undang (UU). Saat ini, diketahui ada kekosongan hukum yang meliputi komoditas tersebut.

"Hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi-komoditi strategis perkebunan kita," ujar Anggota Komisi IV Firman Subagyo dalam keterangannya, Minggu (5/9/2021).

Padahal, kata Firman, ada beberapa komoditas perkebunan yang telah terbukti berkontribusi pada perekonomian nasional. Misalnya seperti yang berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai sekitar Rp 172 triliun.

"Itu belum termasuk dari pajak dan penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor tembakau baik di on farm (hulu) maupun di industri hingga pemasarannya," ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Ada juga kelapa sawit yang justru memberikan kontribusi lebih besar. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan pada 2020 sawit menghasilkan devisa sebesar US$ 22,97 miliar atau setara dengan Rp 327 triliun (kurs dolar Rp 14.251). Kontribusi itu disebutnya belum termasuk pajak dan tenaga kerja yang bekerja di sektor kelapa sawit.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan industri kelapa sawit ini mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung.

Menurut Firman, komoditas yang akan diproteksi dalam UU ini nantinya bukan hanya tembakau dan kelapa sawit saja, namun juga ada kopi, karet, teh maupun tebu. "Mungkin nanti akan ada lima atau enam komoditas," ujarnya.

Dia mengatakan, indikator komoditas perkebunan yang akan diatur dan diproteksi oleh UU ini antara lain, komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, kemudian harus komoditas yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Selain itu, komoditas tersebut juga berdampak pada kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia.

"Kenapa indikator ini kita masukkan? Karena bercocok tanam itu tidak semata-mata bermotif ekonomi belaka, namun di situ merupakan culture masyarakat kita ini yang agraris ini," paparnya.

lanjut ke halaman berikutnya



Simak Video "Video Prabowo: Negara Kita Sesungguhnya Tak Perlu impor BBM Sama Sekali"

(zlf/zlf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork