Di Hadapan Jokowi, Pengusaha Ritel Protes soal Royalti Musik

Di Hadapan Jokowi, Pengusaha Ritel Protes soal Royalti Musik

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 08 Sep 2021 14:18 WIB
Ilustrasi Streaming Musik
Ilustrasi/Foto: shutterstock
Jakarta -

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) hari ini diundang ke Istana oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain Aprindo ada juga Kadin dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

Ketua Umum Aprindo Roy Mandey menjelaskan beberapa poin yang dia sampaikan saat bertemu dengan Jokowi.

"Hari ini kami bertemu dengan presiden dan kami tadi sudah langsung menyampaikan poin-poin berharap kemudahan berusaha dan kepastian hukum," ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu poin yang disampaikan Roy berkaitan dengan aturan royalti musik yang diputar di toko ritel. Pihaknya protes terkait mekanisme penghitungan pengenaan royaltinya yang selama ini diukur dari jumlah gerai.

"Berkaitan dengan royalti musik tarifnya ada perubahan dan penambahan kami cukup mengerti, tapi mekanisme perhitungan pengenaan royalti musik ini yang kami pertanyakan. Karena kalau diukur dari semua gerai atau pasar swalayan, ini yang menjadi nilainya signifikan," terangnya.

ADVERTISEMENT

Roy mengaku pengusaha ritel keberatan dengan mekanisme penghitungan royalti musik yang berlaku saat ini. Oleh karena itu dia berharap pemerintah kembali mengatur mekanismenya.

"Padahal yang mendengar musik itu adalah customer yang berjalan di gerai ritel modern atau pasar swalayan bukan produk-produk yang dipajang. Produk yang dipajangkan tidak mendengarkan musik, kita berharap mekanismenya ini bisa diatur kembali," ucapnya.

Roy juga menyampaikan bahwa selama ini pedagang eceran dan pasar modern belum dijadikan sektor prioritas. Padahal ekonomi Indonesia masih dimotori konsumsi rumah tangga. Salah satu yang diharapkan terkait prioritas adalah terkait restrukturisasi kredit.

"Sampai hari ini kami terdampak dan harus terus beroperasi tapi belum mendapat kesempatan untuk restrukturisasi kredit dan sebagainya karena kita bukan sektor prioritas. Kita mengajukan untuk hal tersebut," tambahnya.

Selain itu para pengusaha ritel juga berharap bisa mendapatkan relaksasi dari berbagai peraturan yang dianggap masih menjadi kendala. Misalnya aturan mengenai ekspansi ritel modern atau pasar swalayan yang harus menggunakan mekanisme waralaba.

"Pada saat ini kita mengetahui ketika masa pandemi, waralaba itu bukan jadi satu pilihan untuk investasi khususnya yang bernilai signifikan misalnya supermarket, hypermarket dan department store, sangat sulit untuk mencari pewaralabanya. Artinya kalau kita harus pakai waralaba maka kita tidak bisa ekspansi," terangnya.

"Kita tidak bisa investasi, bahkan OSS berbasis risiko yang sudah di-launching itu juga akan mengunci kami ketika kami mengajukan perizinan, pengembangan usaha harus dengan waralaba. Ini kita minta direlaksasi," tambah Roy.


Hide Ads