Jakarta -
Perairan Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau kembali jadi sorotan. Pasalnya, para nelayan kini mengaku mulai takut melaut usai beberapa kapal China belakangan ini mondar-mandir di Laut Natuna.
Hal itu diketahui dari sebuah video yang viral baru-baru ini. Video itu menunjukkan beberapa nelayan lokal yang sedang melaut berhadapan dengan kapal perang China di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Laut Natuna Utara. Kehadiran kapal China yang berdimensi sangat besar itu membuat para nelayan takut melaut.
Hasil laut sendiri memang menjadi komoditas andalan masyarakat di sekitar Natuna. Melansir data BPS Kabupaten Natuna, Minggu (19/9/2021), di tahun 2019 hasil tangkapan ikan di sana mencapai 100 ribu ton lebih, tepatnya 104.879,82 ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil tangkapan terbanyak di Natuna adalah cumi-cumi, jumlahnya mencapai 20.289,52 ton. Kemudian diikuti ikan kerapu sebesar 5.791 ton dan ikan kurisi sejumlah 5.154,55 ton.
Dari sisi peralatannya, kebanyakan masyarakat Natuna melakukan penangkapan dengan metode bubu ikan. Alat tangkapnya mencapai 11.602. Kemudian penggunaan alat pancing juga cukup banyak. Jumlahnya, untuk pancing ulur mencapai 3.352 alat dan pancing tonda 2.658 alat.
Di sisi lain, masyarakat Natuna juga melakukan produksi ikan budidaya, jumlah produksinya mencapai 266,86 ton per tahun 2019.
Mulai dari budidaya ikan laut, ikan air payau, rumput laut, hingga ikan air tawar. Paling besar adalah produksi budidaya ikan laut dengan jumlah mencapai 203,34 ton. Soal ketakutan para nelayan, Badan Keamanan Laut alias Bakamla pun buka suara. Apa katanya?
Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Aan Kurnia mengatakan situasi terkendali. Para pelayan tak perlu khawatir dalam beraktivitas, khususnya untuk melaut.
"Situasi di LNU tetap aman terkendali saat ini nelayan tidak perlu kahwatir serta dapat tetap beraktivitas sebagaimana biasanya," ujar Aan Kurnia dalam keterangan tertulisnya.
Simak juga video 'Ketakutan Nelayan di Natuna Karena Ada Coast Guard China':
[Gambas:Video 20detik]
Nah soal kapal China yang mondar-mandir, menurut Kepala Bagian Humas dan Protokol Bakamla RI Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita mengatakan hal itu memang wajar terjadi. Pasalnya, wilayah tersebut merupakan pintu masuk dan keluar kapal yang melalui Selat Sunda dan Selat Malaka.
"Di Laut Natuna Utara memang banyak kapal asing karena wilayah tersebut merupakan pintu masuk dari dan keluar lalu lintas kapal yang melalui Selat Sunda dan Selat Malaka," ujar Wisnu.
Wisnu mengatakan Bakamla telah mengajukan rekomendasi kebijakan dan strategi menghadapi situasi di perbatasan termasuk di Laut China Selatan ke Kemenkopolhukam. Disebutkan dalam situasi di wilayah perbatasan tidak hanya memerlukan kehadiran aparat namun juga pelaku ekonomi.
"Dalam rekomendasi Bakamla, untuk menghadapi situasi di wilayah perbatasan, diperlukan tidak saja kehadiran aparat, tetapi juga pelaku ekonomi termasuk nelayan dan kegiatan eksplorasi ESDM serta penelitian," kata Wisnu.
Di tengah memanasnya Laut Natuna Utara, pemerintah baru saja membawa pulang teknologi canggih pembuatan kapal asal Inggris. Hal ini dinilai bakal menjadi jawaban pemerintah dalam mengamankan Laut Natuna, khususnya pada ancaman kapal perang China.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto baru saja membawa pulang teknologi kapal perang canggih jenis Frigate tipe Arrowhead 140. Ini merupakan kerja sama pemerintah Indonesia dengan Inggris.
Menurut Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad teknologi kapal ini merupakan yang tercanggih dari kapal perang yang ada dan bakal menjadi jawaban Prabowo untuk mengamankan Laut Natuna Utara dari ancaman kapal perang China.
Dasco mengatakan kerja sama ini akan menciptakan ratusan kapal Frigate. Pria yang juga menjadi Wakil Ketua DPR ini yakin, adanya kapal itu akan membuat China takut berkeliaran di Indonesia.
"Yakinlah angkatan laut China akan gemetar melihat Frigate tipe Arrowhead 140 berpatroli di lautan Indonesia, dan akan berpikir dua kali untuk wira-wiri di lautan Natuna lagi," tegas Dasco dalam keterangan tertulisnya.