Seorang pengusaha sekaligus salah satu pendiri Carlyle Group (CG), David Rubenstein mengabaikan kekhawatiran inflasi yang tidak terkendali dan potensi kenaikan pajak. Miliarder ekuitas swasta ini justru jauh lebih khawatir tentang keadaan demokrasi Amerika.
"Kami tidak memiliki bipartisanship. Kami memiliki ketegangan yang sangat besar antara kedua pihak. Ini bukan situasi yang baik. Saya harap kita bisa memperbaikinya, tapi saya tidak berpikir itu akan diperbaiki dalam waktu dekat," kata Rubenstein dikutip dari CNN, Senin (20/9/2021).
Investor dan filantropis memandang COVID-19 dan pemberontakan 6 Januari menjadi faktor signifikan dari demokrasi Amerika yang semakin memecah negara. Dia mengatakan, keduanya tergabung dalam daftar 'tes stres' lainnya sepanjang sejarah, termasuk Perang Vietnam dan Watergate.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami pernah mengalami perpecahan politik sebelumnya. Jelas yang terbesar adalah Perang Saudara," ujarnya.
Selama Rubenstein bekerja di Capitol Hill dan di Gedung Putih pada 1970-an, para politisi merasa mereka legislator yang hebat jika mereka membuktikan bahwa mereka dapat bekerja dengan orang-orang dari kelompok lain. "Sekarang siapa pun yang bekerja dengan pihak lawan dicemooh oleh partainya sendiri," tambahnya.
Rubenstein, yang kekayaannya dipatok Forbes sebesar US$ 4,3 miliar atau sekitar Rp 61,4 triliun bahkan tak mempedulikan tentang inflasi, Rubenstein menepis kekhawatiran itu.
"Ada hal-hal yang lebih besar yang perlu dikhawatirkan daripada tingkat inflasi bulanan," katanya.