Duh! Selain 'Virus' Evergrande, Ada Lagi Hal Lain yang Bikin Takut Pasar

Duh! Selain 'Virus' Evergrande, Ada Lagi Hal Lain yang Bikin Takut Pasar

Siti Fatimah - detikFinance
Rabu, 22 Sep 2021 10:40 WIB
FRANKFURT AM MAIN, GERMANY - FEBRUARY 10: An Index board is pictured during a trading session at the Frankfurt Stock Exchange on February 10, 2011 in Frankfurt am Main, Germany. According to media reports Deutsche Boerse, which owns the Frankfurt exchange, is in talks to buy NYSE Euronext, which owns the New York Stock Exchange as well as exchanges in Paris, Lisbon, Amsterdam and Brussels. Should the acquisition go through the new company would be home to publicly traded companies worth USD 15 trillion, or about 28 percent of global stock-market value. (Photo by Ralph Orlowski/Getty Images)
Duh! Selain 'Virus' Evergrande, Ada Lagi Hal Lain yang Bikin Takut Pasar
Jakarta -

Pasar global mulai rebound dari aksi jual pada hari Senin (20/9) lalu ketika S&P 500 dan Nasdaq Composite mencatat kinerja terburuk sejak Mei. Meski sudah rebound, untuk terus maju saham perlu mengatasi daftar sentimen-sentimen negatif yang mengancam.

"Kami terlambat untuk koreksi, sesuatu dalam kisaran 5-10% yang merupakan kemunduran yang dapat dibeli," kata Cliff Hodge, Kepala Investasi di Cornerstone Wealth dikutip dari CNN Business, Rabu (22/9/2021).

S&P 500 turun 1,7% pada hari Senin masuk sesi terburuk sejak Mei. Bespoke Investment Group telah menyoroti prevalensi perputaran hari Selasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasilnya setelah kerugian pada Senin sebesar 1,5% atau lebih, sesi perdagangan berikutnya jauh lebih sering menghasilkan keuntungan. Diperkirakan lebih dari 1% keuntungan daripada kerugian. Namun, investor tetap waspada terhadap berbagai kondisi saat ini.

Seperti diketahui, khir-akhir ini pasar terfokus pada Evergrande, perusahaan properti konglomerat China yang berjuang melawan krisis utang. Jika perusahaan gagal membayar kewajibannya yang sangat besar yakni US$ 300 miliar atau setara dengan Rp 1.423 triliun, ada kekhawatiran hal itu dapat memicu "momen Lehman", di mana runtuhnya satu entitas memantul pada seluruh sistem keuangan (krisis secara global).

ADVERTISEMENT

Ada banyak analis pasar yang mendorong kembali narasi itu. Mereka berpendapat bahwa dampak tersebut kemungkinan akan tetap terkendali, terutama jika Beijing turun tangan untuk meredam pukulan tersebut.

Tetapi dengan pembayaran bunga yang berjumlah lebih dari US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,4 triliun (kurs dolar Rp 12.242) yang jatuh tempo pada Kamis (23/9) untuk dua obligasi perusahaan.

Kisah Evergrande dapat membebani sektor properti China, mesin utama pertumbuhan negara. Bagaimana jadinya jika ekonomi terbesar kedua di dunia itu mandek?

Lanjut ke halaman berikutnya.

Simak juga Video: Biden Tak Ingin Cari Perang Dingin Baru, Singgung China?

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu, di Amerika Serikat, varian Delta dari virus corona menghambat pemulihan, meskipun ada beberapa tanda ketahanan ekonomi di data terbaru. Indeks Back to Normal yang dibuat oleh CNN Business dan Moody's Analytics turun lagi ke 89% pada 17 September karena orang Amerika mengurangi perjalanan dan makan di luar.

Selain krisis Evergrande dan varian Delta, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan menyatakan, pihaknya memperkirakan inflasi untuk 2021 dan 2022 pada hari Selasa.

Mereka memprediksi bahwa inflasi konsumen di negara-negara G20 akan berada di 4,5% pada akhir tahun ini dan sedikit berkurang menjadi 3,5% pada akhir tahun depan. Angka tersebut dinilai masih jauh lebih tinggi daripada tren jangka panjang.


Hide Ads