Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Pra Kerja Denni Puspa Purbasari menyatakan di tahun depan terdapat kemungkinan pelatihan Program Kartu Prakerja akan dilakukan secara offline. Seperti diketahui, dalam dua tahun terakhir ini, program Prakerja dilakukan full secara online (daring).
Awalnya, Denni mengatakan soal motivasi peserta Prakerja. Ada yang termotivasi karena pelatihan dan meningkatkan kompetensi atau skill, namun ada juga yang termotivasi karena insentif yang diberikan.
Memang, peserta yang lolos akan menerima manfaat pelatihan dengan nilai Rp 1 juta. Lalu peserta juga akan mendapatkan uang cash sebesar Rp 2,4 juta yang dicicil penerimaannya Rp 600 ribu selama 4 bulan.
Bagi peserta yang mengisi survei juga bisa mendapatkan Rp 150 ribu untuk tiga kali survei. Sehingga total manfaat setiap peserta Kartu Prakerja adalah Rp 3,55 juta.
"Peserta kartu prakerja yang mencari keterampilan sudah paling tinggi, sebelumnya angkanya dekat dengan mereka yang mencari intensif. Ini bagus karena lambat laun peserta makin sadar bahwa tujuan utamanya mencari pancing atau kail bukan ikannya, tetapi desain programnya memang pancing dulu, lulus baru dapat ikan (insentif)," kata Denni.
Menurutnya, uang insentif yang diberikan tidak secara cuma-cuma. Mereka harus terlebih dahulu dibekali dengan seperangkat pengetahuan, informasi, keterampilan dan kemampuan yang bermanfaat.
Meski begitu, Denni juga tidak menyangkal jika motivasi peserta untuk mendapatkan insentif. "Kedua kalau motivasinya uang, saya pikir ini manusiawi karena memang keadaan ekonomi itu sulit. Kelas menengah ini tentu saja tidak terproteksi oleh program perlinsos, kecuali mereka bekerja di sektor formal tapi kalau bekerja di sektor informal pasti tidak ada proteksi, nah prakerja ini adalah bantalan sementara," katanya.
Dia pun mengatakan tentang skema pelatihan Prakerja secara offline yang harus dilakukan secara hati-hati. "Di tahun depan, memang Komite Cipta Kerja telah memberikan arahan supaya kita mengeksplorasi kemungkinan pelatihan dilakukan secara offline tapi ini harus hati-hati dan yang kedua bagaimana kita bertransisi dari skema normal dari program prakerja," jelasnya.
Akan tetapi, beberapa pertimbangan pun tengah dipikirkan manajemen. Apalagi jika mengingat penerima Prakerja yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke. Dibutuhkan biaya dan tenaga agar dapat mengikuti pelatihan Prakerja di kota besar.
"Sobat prakerja di kepulauan Maluku kalau itu dilakukan offline mereka tidak akan mampu untuk datang ke kota besar dan mengikuti pelatihan, mereka tidak akan bisa meninggalkan keluarga, pekerjaan, ternak atau apapun dan kemudian lewat transportasi darat berhari-hari atau laut. Kemudian ngekos, mengeluarkan biaya di kota besar selama beberapa minggu," tuturnya.
"Jadi kita jangan berfikir offline atau tatap muka itu seolah-olah silver bullet, tidak. Tapi ini adalah sebuah pelengkap yang bisa belajarnya secara online, ibu-ibu atau mereka yang sudah bekerja bisa malam-malam ikut pelatihan atau weekend," tutupnya.
(das/das)