3. RUU Pembaruan Agraria
Tibalah masa penantian selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian 1959, Soenaryo. Rancangan Undang-Undang itu digodok Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang kala itu dipimpin Zainul Arifin.
Pada sidang DPR-GR tanggal 12 September 1960, Menteri Agraria saat itu, Mr Sardjarwo dalam pidato pengantarnya menyatakan, "...perjuangan perombakan hukum agraria nasional berjalan erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkraman, pengaruh, dan sisa-sisa penjajahan, khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari kekangan-kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan kaum modal asing".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, pada pada 24 September 1960, RUU tersebut disetujui DPR sebagai UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau dikenal dengan Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA). UU Pokok Agraria menjadi titik awal dari kelahiran hukum pertanahan yang baru mengganti produk hukum agraria kolonial.
4. Prinsip UUPA
UUPA 1960 merupakan payung hukum (Lex Generalis) bagi pengelolaan kekayaan agraria nasional. Kekayaan agraria nasional tersebut mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi "bumi dan air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Undang-undang ini lahir dari semangat perlawanan terhadap kolonialisme, yang telah merampas hak asasi rakyat Indonesia selama ber-abad-abad melalui Agrariche Wet 1870.
Prinsip UUPA adalah menempatkan tanah untuk kesejahteraan rakyat. UUPA mengatur pembatasan penguasaan tanah, kesempatan sama bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak atas tanah, pengakuan hukum adat, serta warga negara asing tak punya hak milik.
Tanggal ditetapkannya UUPA, yakni 24 September. Karena itulah kemudian setiap tanggal itu diperingati sebagai Hari Tani Nasional.
5. Kata-kata Untuk Hari Tani Nasional
Tan Malaka pernah berkata dalam bukunya 'Madilog', "Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan terlalu pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul, dan hanya memiliki cita-cita sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali".
Selamat Hari Tani Nasional!
(aid/fdl)