Beras Shirataki-Wagyu Mau Kena Pajak, Restoran Kena Dampak

Beras Shirataki-Wagyu Mau Kena Pajak, Restoran Kena Dampak

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 01 Okt 2021 18:00 WIB
Ilustrasi restoran di Dubai
Ilustrasi/Foto: Getty Images/LeoPatrizi
Jakarta -

Siap-siap, pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako kelas atas. Aturan itu diatur dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (RUU HPP).

Nantinya sembako kelas atas, termasuk beras basmati, beras shirataki, dan daging Wagyu dan Kobe kena pajak. Menanggapi hal itu, pengusaha mengungkap bisnis restoran akan terkena dampaknya, jika daging Wagyu-Kobe yang harganya di bawah Rp 200 ribu kena pajak.

"Terus terang aja ada Wagyu yang masih di bawah Rp 200 ribu. Kode misalnya paling mahal Tenderloin di atas US$ 90 tapi ada juga yang di bawah Rp 200 ribu. Kita harus melihat kelompoknya. Jangan sampai nanti restoran menengah karena harganya naik, restoran hingga konsumen juga akan terpukul," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri kepada detikcom, Jumat (1/10/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi untuk daging Wagyu-Kobe dengan harga di atas Rp 500 ribu, disetujui jika dikenakan pajak. Makanya, pengusaha meminta regulasi dan pengelompokan pajak terhadap daging Wagyu-Kobe harus jelas.

"Apakah berjenjang multitarif atau single tarif. Itu harus pasti. Misal multitarif dikatakan minimal 5%, 10%, atau 15%. Kalau saya yang penting jangan kelas menengah ini jadi terpukul," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Pengusaha restoran juga mengakui jika pengenaan pajak daging Wagyu-Kobe kelas menengah akan memukul bisnis restoran. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Emil Arifin.

"Pengenaan pajak ini saya belum tahu dikenakan berdasarkan harga atau hanya disebut semua kelas Wagyu. Kalau semua, harga Wagyu yang kelas middle juga akan kena, kalau begitu kasihan juga untuk restoran middle class," katanya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Dia juga mengatakan, jika beras basmati dikenakan pajak tentu akan berdampak pada restoran kelas menengah, karena kebanyakan beras itu digunakan di restoran seperti yang menyediakan hidangan Timur Tengah.

"Beras basmati itu kalau bisa jangan diberikan pajak. Beras mati itu kan makanan middle class restoran, Timur Tengah. Yang makan juga kebanyakan orang middle class," bebernya.

Sedangkan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia Perpadi mengaku setuju jika ketentuan itu untuk produk impor.

"Kalau pajak itu bukan untuk yang diproduksi dalam negeri saya pikir oke saja, karena kan basmati dan shirataki kita masih impor," kata Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso.

Jadi, jika beras impor dipajaki diharapkan produksi dalam negeri bisa digenjot. Mengingat saat ini belum diketahui produksi dalam negeri untuk shirataki dan basmati.


Hide Ads