Selanjutnya, sebanyak 11% atas harta bersih yang berada di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Indonesia.
" Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022," bunyi Pasal 6 Ayat 1.
Pada Pasal 8 Ayat 1 juga dijelaskan, wajib pajak orang pribadi dapat mengungkapkan harta bersih yang (a) diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai tanggal 31 Desember 2020, (b) masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020, dan (c) belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rincian tarifnya diatur dalam Pasal 9 Ayat 3 sebagai berikut:
a. 12% atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan diinvestasikan pada:
- kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau
-surat berharga negara;
b. 14% atas harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diiventasikan.
c. 12% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan:
-dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
-diinvestasikan pada: (a) kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau (b) surat berharga negara;
d. 14% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ketentuan:
-dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan tidak diinvestasikan.
e. 18% atas harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anggota Komisi XI Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menjelaskan, RUU ini diharapkan dapat mendorong konsistensi kepatuhan. Dia mengatakan, tanpa kepatuhan membayar pajak, negara sulit memperkirakan penerimaan pajak. Sejalan dengan itu, tanpa penerimaan pajak yang akurat seperti yang direncanakan maka keuangan negara dalam posisi yang rentan.
"Dari sisi lain, ini bisa jg dipandang sebagai kebijakan memperingan beban wajib pajak. Bisa diistilahkan pengampunan pajak (tax amnesty), bisa disebut kebijakan sebelum matahari terbenam (sunset policy)," katanya kepada detikcom.
Menurutnya, membangun sistem perpajakan yang efektif, adil dan transparan semakin mendesak. Apalagi, akumulasi utang mulai mendekati zona yang mengkhawatirkan.
"Kita harus punya solusi di sektor pajak, karena ini penopang terbesar sisi pendapatan negara," imbuhnya.
Simak Video "Ekonom soal Tax Amnesty Jilid II: Banyak Mudaratnya "
[Gambas:Video 20detik]
(acd/zlf)