Dua dari lima eksportir sarang burung walet (SBW) akhirnya bisa kembali melakukan ekspor. Mereka sempat tertahan pasca pemberitahuan dari Otoritas Kepabeanan Tiongkok (General Administration of Customs China/GACC).
"Pemberitahuan tersebut, terkait evaluasi realisasi impor SBW dari Indonesia, melebihi kapasitas yang telah ditetapkan," kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang dalam keterangannya, Selasa (26/10/2021).
Bambang menjelaskan, dari lima perusahaan tersebut, ditemukan empat perusahaan yang mengekspor melebihi dari kapasitas produksi saat didaftarkan pertama kali ke Tiongkok tahun 2017 silam. Lalu, satu perusahaan terkait kandungan nitrit yang melebihi ketentuan, yakni di atas 30 ppm.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejalan dengan kebijakan Bapak Menteri Pertanian, terkait peningkatan ekspor tentunya hal ini menjadi perhatian khusus kami. Berbagai upaya dilakukan, antara lain bernegosiasi dengan negara tujuan dan melakukan pembinaan kepada pelaku usaha,"nya.
Secara teknis, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Wisnu Wasisa Putra, menyebutkan Barantan memberikan pendampingan kepada pelaku usaha saat pemerintah Tiongkok melalui GACC menggelar audit kembali kepada lima perusahaan yang terkena pembekuan ekspor secara virtual.
"Dan hasilnya, 2 perusahaan, yakni PT ACWI dan PT FNS kembali mendapatkan persetujuan atas permohonan ekspor kembali pada bulan Oktober 2021," kata Wisnu.
Sementara tiga perusahaan lainnya, masih diperlukan klarifikasi dan melampirkan hasil uji laboratorium. Sehingga, kembali mengikuti bimbingan teknis dari Barantan sambil menunggu jadwal audit GACC.
Sebagai informasi, dari data IQFAST Barantan, Kementan hingga Oktober (21/10) sebanyak 1,1 ton SBW asal Indonesia telah diekspor ke mancanegara, dan sebanyak 177,1 ribu ton atau 17% diantaranya menuju negara Tiongkok. Selain Tiongkok, pasar SBW RI juga telah menembus 22 negara tujuan lainnya, seperti Australia, Amerika Serikat, Vietnam, Inggris, Singapura dan lainnya.
"Tiongkok menjadi tujuan pasar ekspor yang diincar oleh para pelaku usaha SBW di tanah air mengingat harga jualnya yang lebih tinggi walaupun dengan persyaratan yang lebih ketat," jelas Bambang.
Barantan memberikan perhatian khusus pada persyaratan sanitari dan protokol ekspor SBW dengan tujuan Tiongkok ini. Selain secara teknis kandungan nitrit yang tidak boleh lebih dari 30 ppm, negara ini juga telah memberlakukan kuota dengan menerapkan sistem ketertelusuran atau traceability system.
"Dengan penerapan sistem ini, semua menjadi terpantau dari hulu hingga hilir, " tambahnya.
(acd/zlf)