Transportasi Darat Wajib PCR/Antigen, YLKI: Kebijakan Absurd!

Transportasi Darat Wajib PCR/Antigen, YLKI: Kebijakan Absurd!

Siti Fatimah - detikFinance
Senin, 01 Nov 2021 18:31 WIB
Swab Test PCR
Foto: Swab Test PCR (Mindra Purnomo/tim infografis detikcom)
Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan kebijakan baru yang menyebutkan, perjalanan darat seperti kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan dengan jarak 250 km wajib membawa surat hasil PCR atau antigen. Kebijakan itu berlaku untuk perjalanan dari dan ke pulau Jawa dan Bali.

Kebijakan itu tercantum dalam Surat Edaran nomor SE 90 Tahun 2021 mengenai Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 86 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kebijakan tersebut semakin memperlihatkan kegiatan bisnis dibaliknya. Dia mengatakan, jika syarat tersebut diterapkan maka masyarakat akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk tes COVID-19 ketimbang ongkos transportasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Wacana kebijakan wajib tes (PCR dan antigen) bagi pengguna ranmor (kendaraan bermotor) hanya bagus di atas kertas saja. Tapi pada tataran implementasi kebijakan tersebut menggelikan dan mengada-ada, nuansa bisnisnya makin kentara," kata Tulus dalam keterangan tertulisnya kepada detikcom, Senin (1/11/2021).

Dia juga menilai, kebijakan ini absurd karena pengawasan di lapangan akan berpotensi pada kerumunan masa dan lalu lintas akan terganggu. "Pengawasan di lapangan juga sangat susah potensi membuat 'chaos lalu lintas', khususnya untuk pengguna ranmor pribadi. Akibatnya malah menimbulkan kerumunan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia mengoreksi kebijakan pemerintah yang cenderung berbeda-beda setelah syarat PCR dihapus dalam perjalanan pesawat terbang. Tulus pun menyoroti terkait masih ditemukannya tarif PCR di atas batas yang telah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu Rp 275 ribu.

"Jadi pemerintah tidak boleh main patgulipat dong, setelah wajib PCR bagi pesawat diprotes kanan kiri dan kemudian direduksi menjadi wajib antigen, sekarang antigen mau mewajibkan untuk ranmor pribadi. Ini namanya absurd policy," ujarnya.

"Pemerintah seharusnya menertibkan tarif PCR yg masih tinggi. Menurut laporan konsumen, sebuah lab di Solo menerapkan tarif Rp 600 ribu untuk hasil 1x24 jam atau pihak lab menggunakan jurus 'same day' atau istilah 'PCR express' agar tarifnya lebih mahal. Saya barusan tes PCR dengan kategori same day tarifnya Rp 650.000," kata dia.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Simak video 'Naik Pesawat di Jawa-Bali Tak Wajib PCR Lagi, Cukup Antigen':

[Gambas:Video 20detik]



Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio menambahkan, kebijakan PCR bagi transportasi darat seakan menjadi diskriminasi dan membingungkan masyarakat. Sementara secara regulasi, kata dia, SE tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang paten.

"Peraturan itu nggak boleh diskriminatif, hanya di moda ini, moda lain tidak. Nggak boleh gitu, harus semua sama. Nah sekarang ini yang satu di hapus, yang ini minta diganti. Ini pasti lobi-lobi tauke nya itu jadi membingungkan masyarakat," kata Agus.

Dia juga menilai, karena Surat Edaran tidak memiliki dasar hukum dan kekuatan hukum maka pelaksanaannya bisa diikuti atau tidak. Menurutnya, aturan pemerintah yang dikeluarkan dalam bentuk SE hanya bersifat internal.

"Peraturan yang digunakan itu sifatnya surat edaran. Surat edaran ga ada dasar hukumnya, tidak ada kekuatan hukumnya. Jadi kalau masyarakat menolak tidak mengikuti itu ga apa-apa Mau di hukum gimana? Wong itu nggak berkekuatan hukum," pungkasnya.


Hide Ads