Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan kebijakan baru yang menyebutkan, perjalanan darat seperti kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan dengan jarak 250 km wajib membawa surat hasil PCR atau antigen. Kebijakan itu berlaku untuk perjalanan dari dan ke pulau Jawa dan Bali.
Kebijakan itu tercantum dalam Surat Edaran nomor SE 90 Tahun 2021 mengenai Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 86 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kebijakan tersebut semakin memperlihatkan kegiatan bisnis dibaliknya. Dia mengatakan, jika syarat tersebut diterapkan maka masyarakat akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk tes COVID-19 ketimbang ongkos transportasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wacana kebijakan wajib tes (PCR dan antigen) bagi pengguna ranmor (kendaraan bermotor) hanya bagus di atas kertas saja. Tapi pada tataran implementasi kebijakan tersebut menggelikan dan mengada-ada, nuansa bisnisnya makin kentara," kata Tulus dalam keterangan tertulisnya kepada detikcom, Senin (1/11/2021).
Dia juga menilai, kebijakan ini absurd karena pengawasan di lapangan akan berpotensi pada kerumunan masa dan lalu lintas akan terganggu. "Pengawasan di lapangan juga sangat susah potensi membuat 'chaos lalu lintas', khususnya untuk pengguna ranmor pribadi. Akibatnya malah menimbulkan kerumunan," ujarnya.
Dia mengoreksi kebijakan pemerintah yang cenderung berbeda-beda setelah syarat PCR dihapus dalam perjalanan pesawat terbang. Tulus pun menyoroti terkait masih ditemukannya tarif PCR di atas batas yang telah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu Rp 275 ribu.
"Jadi pemerintah tidak boleh main patgulipat dong, setelah wajib PCR bagi pesawat diprotes kanan kiri dan kemudian direduksi menjadi wajib antigen, sekarang antigen mau mewajibkan untuk ranmor pribadi. Ini namanya absurd policy," ujarnya.
"Pemerintah seharusnya menertibkan tarif PCR yg masih tinggi. Menurut laporan konsumen, sebuah lab di Solo menerapkan tarif Rp 600 ribu untuk hasil 1x24 jam atau pihak lab menggunakan jurus 'same day' atau istilah 'PCR express' agar tarifnya lebih mahal. Saya barusan tes PCR dengan kategori same day tarifnya Rp 650.000," kata dia.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak video 'Naik Pesawat di Jawa-Bali Tak Wajib PCR Lagi, Cukup Antigen':