Kebijakan pemerintah mematok PCR Rp 275 ribu berpotensi merugikan pengusaha rumah sakit atau penyedia jasa PCR lainnya. Terutama, bagi mereka yang telah memasok reagen atau cairan untuk tes PCR dengan harga tinggi.
Reagen sendiri memiliki harga yang berbeda-beda, tergantung kualitasnya. Tes PCR dengan harga Rp 275 ribu memungkinkan dipenuhi oleh reagen dari China yang harganya murah. Reagen China sendiri harganya di kisaran Rp 200 ribu, ada juga yang di bawahnya yakni Rp 150 ribu.
Sementara, untuk reagen dari Eropa harganya relatif lebih mahal di kisaran Rp 300 ribu-Rp 400 ribu. Bahkan ada yang Rp 500 ribu. Jadi, secara hitung-hitungan bisnis. dengan harga reagen yang tinggi maka akan rugi jika biaya tes PCR dipatok Rp 275 ribu. Apalagi, selain reagen mesti ada biaya yang dikeluarkan untuk test PCR seperti gaji perawat dan dokter hingga listrik dan air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu juga diamini Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh. Dia mengatakan, penetapan PCR sebesar Rp 275 ribu akan memberikan dampak terutama pada penyedia tes PCR yang telah memasok reagen dengan harga tinggi.
"Ya yang paling kasian sebenarnya dari pengusaha rumah sakit atau labnya," katanya kepada detikcom, Selasa (2/11/2021).
Sederhananya, kerugian dialami pengusaha yang terlanjur membeli reagen mahal namun harus menyesuaikan harga tarif tes yang sudah dipatok Rp 275 ribu.
Di sisi lain, rumah sakit telah investasi untuk memenuhi standar pemeriksaan COVID-19. Mereka investasi agar laboratoriumnya untuk memenuhi standar Bio Safety Level (BSL) di mana mereka telah mengelurkan biaya cukup tinggi.
"Kan kasian juga itu, dari mana kembalinya. Harganya tadinya bisa Rp 900 ribu atau Rp 450 ribu sekarang cuma Rp 275 ribu, makin lama kembali investasi," ujarnya.
Lantas, apa usulan pengusaha? Baca di halaman berikutnya
Simak Video "Video: Inovasi Mesin PCR Diuji Coba Buat Deteksi TBC"
[Gambas:Video 20detik]