Dalam agenda Conference of the Parties (COP) 26 di Glasgow, Skotlandia pada 1-2 November 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menghadiri 4th High-Level Ministerial Dialogue on Long Term Climate Finance dan meluncurkan kerja sama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB) terkait mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM).
Dalam dialog ini, Sri Mulyani mendorong negara maju segera merealisasikan dukungan modal bagi negara-negara berkembang dalam penanganan perubahan iklim.
Sri Mulyani juga membeberkan, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang membutuhkan dana segar dari negara maju. Mengingat, dalam Nationally Determined Contribution (NDC) 2021, RI berkomitmen untuk fokus pada target penurunan emisi 41% dengan bantuan internasional dalam penanganan iklim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, RI juga telah memiliki peta jalan untuk menuju emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, Indonesia juga membutuhkan pembiayaan yang lebih tinggi untuk mencapai target tersebut.
"Indonesia memandang perlu adanya kejelasan atau transparansi sejauh mana komitmen pendanaan sebesar US$ 100 miliar oleh negara-negara maju telah direalisasikan. Hal Ini untuk mengidentifikasi jumlah yang tersisa dan menyusun strategi untuk menutup kesenjangan, dengan mempertimbangkan kebutuhan negara-negara berkembang," ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (4/11/2021).
Sri Mulyani juga menyampaikan pentingnya pendanaan adaptasi secara signifikan, termasuk pendanaan berbasis hibah, mengingat banyak negara berkembang rentan menghadapi tantangan Covid-19.
Hal itu didorong agar negara berkembang dapat memperoleh mekanisme pendanaan yang mudah diakses, fleksibel, dan dengan prosedur yang sederhana.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
"Banyak negara akan memiliki berbagai perspektif dalam 'target nol bersih' ini dan tidak semua negara memiliki titik awal yang sama. Oleh karena itu, kita harus adil dan setara dalam menerjemahkan tujuan global menjadi target nasional. Sederhananya, negara maju harus menentukan target yang lebih ambisius jauh sebelum tahun 2050, sementara negara berkembang, melakukan upaya terbaik dalam mengurangi emisi mereka", ungkap
Dalam agenda COP 26 juga membahas dan menegosiasikan beragam isu spesifik seperti alokasi pendanaan iklim baik dari sumber pendanaan publik maupun swasta, energi, pemberdayaan pemuda dan masyarakat, lingkungan alam dan penggunaan lahan, adaptasi terhadap perubahan iklim, isu gender, ilmu pengetahuan serta inovasi, transportasi, dan tata kota serta wilayah.
Untuk diketahui, COP adalah forum tingkat tinggi tahunan bagi 197 negara dan merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Kerja PBB atas Perubahan Iklim. COP adalah pengambil keputusan tertinggi dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang diresmikan tahun 1992.