Jakarta -
Pelita Air Service tengah menjadi sorotan. Maskapai ini disebut-sebut sebagai pengganti PT Garuda Indonesia (Persero) yang kondisinya memprihantikan.
Pelita Air cukup lama mengudara di Indonesia. Ia lahir di bawah PT Pertamina (Persero) pada tahun 1963.
Dikutip dari laman resmi Pelita Air, Minggu (7/11/2021), maskapai ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan transportasi bagi Pertamina. Kala itu, Pertamina tengah meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi (migas). Pelita Air dibentuk untuk urusan transportasi minyak dan gas, hingga personel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk awalnya cuma sebagai departemen layanan udara. Tujuh tahun kemudian atau 1970, Pertamina mendirikan PT Pelita Air Service sebagai anak perusahaan otonom yang menyediakan operasi penerbangan berkelanjutan.
Maskapai ini kemudian diberi misi melakukan operasi penerbangan untuk melayani dan mengkoordinasikan operasi penerbangan secara ekonomis dalam industri migas di Indonesia melalui penerbangan charter dan kegiatan terkait. Termasuk kegiatan transmigrasi, pemadam kebakaran, pengungsi, palang merah, tumpahan minyak, foto udara, transportasi kargo.
Selanjutnya, layanan Pelita Air diperluas ke penerbangan untuk VVIP, lepas pantai, evakuasi medis, operasi seismik, survei geologi, helirig, pilot helikopter untuk disewa, dukungan dan pelatihan.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Pelita Air juga sempat memperluas lini bisnis penerbangan reguler sejak tahun 2000 hingga 2005, beberapa rute domestik pun dibuka. Namun, nampaknya peruntungannya kurang baik dan Pelita Air memilih fokus dalam bisnis utamanya yaitu penerbangan charter.
Pelita Air juga punya unit pemeliharaan sendiri, namanya PT IndoPelita Aircraft Services. Unit usaha ini memiliki kemampuan dan keahlian untuk melakukan pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan.
Mereka juga memiliki lapangan terbang eksklusif di Lapangan Terbang Pondok Cabe. Di sana fasilitas yang dimiliki Pelita Air terdiri dari hanggar, gudang dan landasan pacu sepanjang 2.000 meter.
Dari sisi armadanya, Pelita Air mengoperasikan beberapa armada antara lain pesawat rotary wing dan fixed wing untuk melewati seluruh medan Indonesia. Diantaranya, ATR 42-500, ATR 72-500, CASA 212-200, AT 802, Bell 412 EP, Bolkow NBO-105, Sikorsky S76 C++, Sikorsky S76-A, Bell 430.
Menteri BUMN Erick Thohir sendiri sempat menyinggung maskapai ini. Mulanya, ia menegaskan Garuda Indonesia harus fokus menggarap pasar penerbangan domestik untuk memperbaiki performa bisnis. Erick mengatakan Garuda telah terjebak dalam bisnis yang tidak sehat ketika mulai menggarap rute penerbangan luar negeri.
"Garuda harus fokus pada domestik, saya yakin akan kembali sehat, tapi perlu waktu cukup lama," kata Erick dikutip dari Antara.
Untuk itu, Kementerian BUMN terus mengawal proses restrukturisasi yang sedang berlangsung pada Garuda Indonesia. Garuda terjerat utang menggunung hingga Rp70 triliun sehingga perusahaan menderita kerugian. Pandemi COVID-19 juga membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia semakin babak belur.
Kementerian BUMN menyebutkan salah satu biang kerok kerugian Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga pesawat dari perusahaan lessor.
"Negosiasi harus dikerasi terutama mengenai leasing/lessor (menyediakan armada pesawat dengan skema sewa) pesawat yang dikorupsi dan harga terlalu mahal," kata Erick.
Oleh karena itu, Erick menilai peluang untuk berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan sehat ada pada Pelita Air Service (PAS) yang memang selama ini fokus pada penerbangan dalam negeri.
"Pelita Air bisa dikembangkan, asal jangan ikut gaya-gayaan ke luar negeri. Karena penerbangan ke luar negeri itu bisa mengakibatkan tidak sehat dalam beroperasi," kata Erick.