Pada kesempatan yang sama, Plt. Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika menyampaikan pihaknya juga akan memfasilitasi rencana investasi AKS.
"Jika terwujud, investasi ini akan membantu pemenuhan kebutuhan gula nasional dan juga kebutuhan energi di Sulawesi dan kawasan Timur Indonesia," sebutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain produksi gula, Putu menjelaskan rencana investasi AKS juga untuk memproduksi sumber energi alternatif dari produk samping pengolahan gula tebu.
"Hasil samping proses produksi gula tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan antara lain bioetanol untuk subtitusi BBM dari minyak bumi, dan biomassa dari bagas tebu sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik," jelasnya.
Putu optimistis investasi AKS di Indonesia akan membantu pemenuhan gula dalam negeri, mendukung program substitusi impor, dan memproduksi energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.
"Karena dia besar investasinya, dia mau memproduksi sekitar 750.00 ton per tahun. Dia sangat tertarik dan kita sedang membuat langkah-langkahnya supaya dia bisa berinvestasi," katanya.
Guna mendorong investasi ini, Putu menyebut Kemenperin telah mengundang pihak AKS untuk datang ke Indonesia dan melihat potensi tersebut, termasuk ketersediaan lahan.
"Untuk menghasilkan tebu sebanyak 750 ribu ton tersebut, dibutuhkan sekitar 100 ribu hektare lahan tebu," ungkapnya.
Putu mengatakan saat ini, lahan yang diproyeksikan untuk ditanami tebu terdapat di Sulawesi. Selain memproduksi gula, AKS juga tertarik dengan produk turunan tebu lainnya, yakni biomassa. Terlebih produk ini dapat dijadikan energi listrik dan etanol untuk pencampuran bahan bakar.
"Biomassa merupakan produk samping gula dengan jumlah mencapai 30% dari setiap produksi gula. Etanol ini terbuat dari produk samping proses gula yang bernama molasis dengan jumlah sebesar 4%," jelasnya.
Putu menambahkan etanol nantinya juga berperan untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Terlebih saat ini kendaraan roda empat sudah bisa menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol 20%, sementara kendaraan roda dua 10%.
"Di dalam negeri sendiri, kebutuhan etanol masih sangat besar dan belum dipenuhi oleh produksi dalam negeri," katanya.
Sejalan dengan rencana investasi AKS, pemerintah saat ini juga berkeinginan untuk menjadikan industri gula nasional dapat menerapkan teknologi Industri 4.0 dan lebih lebih ramah terhadap lingkungan. Melalui teknologi industri 4.0 atau digitalisasi, akan terjadi efisiensi yang pada gilirannya akan memberi nilai tambah bagi produk-produk Indonesia, termasuk gula.
Sebagai informasi, dalam kesempatan tersebut Agus turut didampingi Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Taufik Bawazier, Staf Khusus Menteri Achmad Sigit Dwiwahjono dan Konsul Jenderal RI di Dubai K. Candra Negara.
(ncm/hns)