Menguliti Penyebab Ekonomi RI Masih Bisa Tumbuh 3,51%

Menguliti Penyebab Ekonomi RI Masih Bisa Tumbuh 3,51%

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 08 Nov 2021 16:36 WIB
Ilustrasi Cegah Gelombang Ketiga Corona
Foto: Infografis detikcom
Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2021 tumbuh 3,51%. Meski melambat pertumbuhannya, setidaknya capaian itu melebihi dari perkiraan banyak pihak.

Lalu apa faktor-faktor yang membuat ekonomi RI masih bisa tumbuh 3,51%?

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M Rachbini menjelaskan kinerja sektoral memang menunjukkan pertumbuhan, berdasarkan lapangan usaha di kuartal III-2021 dari industri pengolahan tumbuh 7,78 %. angka itu lebih tinggi dibanding kuartal II-2021 sebesar 5,22 %.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eisha melanjutkan di indusri pengolahan juga yang tumbuh memang industri non migas yakni pertama, industri makanan dan minuman (mamin), selain permintaan domestik, juga komponen permintaan di pasar global ekspor untuk makanan yang berbasis lemak nabati dari produk-produk CPO. Kedua, industri kulit dan alas kaki, industri kimia farmasi dan obat tradisional sebesar 9.7 % ketika PPKM darurat.

"Lalu industri logam dasar tumbuh 9,5%, industri mesin perlengkapan dan industri alat angkut sebesar 27,84%. Industri alat angkut tumbuh tinggi di Q3/2021 meski lebih rendah dibanding Q2/2021 yang tumbuh 45%. Analisa peningkatan tersebut ternyata berasal dari relaksasi dan adanya insentif PPn BM yang efektif sejak bulan Maret 2021," terangnya, Minggu (7/11/2021).

ADVERTISEMENT

Industri kendaraan bermotor juga mengalami kenaikan produksi yang juga diiringi pertumbuhan penjualan sebesar 700% lebih. Dia menilai adanya PPKM darurat di kuartal III-2021 berdampak tidak terlalu besar untuk produksi dan penjualan kendaraan bermotor.

"Yang harus dipikirkan adalah jika industri ini bisa tumbuh karena adanya kenaikan PPN BM. Tetapi jika kebijakan itu dicabut maka harus dipikirkan bagaimana arah dan langkah yang harus ditempuh. Apakah misalnya dengan zero net emisi, terkait produksi dan perkembangannya," tambahnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Lalu dari sisi pengeluaran ekspor dan impor, sumber pertumbuhan ditopang ekspor. Mamun pada bulan September suplus melandai dibanding bulan sebelumnya. Pertumbuhan net ekspor lebih baik karena membaiknya pasar di negara-negara luar negeri yang mulai pulih dari pandemi, tetapi ada juga juga faktor harga.

Sementar itu Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti menyoroti terbatasnya pertumbuhan sektor pertanian. Jika dibanding sektor lain, sektor pertanian memang tumbuh paling kecil. Padahal di saat pandemi sedang gawat-gawatnya, sektor pertainian sempat tumbuh positif.

"Tetapi sekarang dengan mulai berjalan kegiatan New Normal dengan vaksinasi yang lebih banyak, maka sektor pertanian menampakkan potensi asli, yang betumbuh tidak sebesar sektor lainnya," ucapnya.

Kontribusi sektor pertanian terhadap GDP hanya berkisar 12-13% saja sepanjang 2010-2020. Sementara sektor industri menyumbang 40% terhadap GDP, juga sektor jasa yang menyumbang 40%.

Dia menilai pertumbuhan sektor pertanian masih mengikuti siklus bisnis pada masa tanam dan panen. Jika tiba masa panen maka tumbuh cenderung lebih baik.

"Dari sisi jumlah tenaga kerja sekto pertanian terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun2009 mereka yang bekerja di sektor Pertanian ada 40%, sementara sektor industri ada 18 % dan sektor jasa tenaga kerja ada 41%. Lama kelamaan sampai pada 2019 mereka yang bekerja di sektor pertanian menurun hingga hanya 28%. Sebagian besar bekerja di sektor pangan dan perkebunan. Tingkat pendidikan pekerja di sektor pertanian hanya lulusan SMP atau kurang," terangnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Sementara Peneliti Center of Innovation and Digital Economy INDEF, Izzudin Al Faraz menilai tren sektor infomasi dan komunikasi (infokom) pada kuartal III-2021 tumbuh rendah. Bahkan menurutnya baru pertama kalinya sektor infokom hanya tumbuh 5,51%, atau relatif rendah sejak 15 tahun terakhir.

"Trend penurunan sudah terjadi sejak awal maret 2020 yang tumbuh tinggi 10,34%. Pada Q2-Q4 2021 tren pertumbuhan bergerak menurun,dari 8,8%, 6,9% dan pada Q3/2021 akhirnya hanya tumbuh 5,51%," terangnya.

Menurunnya kinerja pertumbuhan sektor infokom dapat diketahui sejak awal pandemi COVID-19. Adopsi di sektor infokom tumbuh tinggi dengan kebutuhan masyarakat akan gadget, paket internet dan lain-lain, melonjak tinggi sejak kuartal II-2020, dan hal itu terus berlangsung hingga akhir 2020. Namun setelah masyarakat terbiasa dengan gadget, dan lain-lain maka pertumbuhan kembali menurun.

"Hingga saat ini masa new normal di sektor infokom Q4/2021 pertumbuhan berada pada level sama atau lebih kecil sekitar 5 %. Tumbuh, tetapi tidak seperti di masa awal pandemi," terangnya.


Hide Ads