Ini Alasan Kenapa Inflasi di China Bikin Negara Lain Was-was

Ini Alasan Kenapa Inflasi di China Bikin Negara Lain Was-was

Siti Fatimah - detikFinance
Kamis, 11 Nov 2021 19:00 WIB
WUHAN, CHINA - AUGUST 2:(CHINA OUT) People wear protective masks as they line up to pay in a supermarket on August 2, 2021 in Wuhan, Hubei Province, China. According to media reports, seven migrant workers returned positive COVID-19 nucleic acid tests. Wuhan has not reported locally transmitted cases for over a year.  (Photo by Getty Images)
Foto: Getty Images
Jakarta -

China tengah menghadapi inflasi dengan berbagai krisis. Krisis itu mulai dari naiknya kasus COVID-19, krisis properti, harga sayuran melonjak hingga panic buying. Baru-baru ini, biaya barang yang keluar dari pabrik-pabrik China pun melonjak drastis hingga mencatat rekor baru.

Biro Statistik Nasional China mengatakan, Indeks Harga Produsen melonjak 13,5% pada Oktober, naik jika dibandingkan dari tahun lalu atau meningkat dari 10,7% pada September.

Eikon Refinitiv menyatakan, peningkatan itu termasuk yang tercepat sejak pemerintah China mulai merilis data pada pertengahan 1990-an. Indeks Harga Konsumen China juga naik 1,5% pada Oktober atau naik dua kali lipat dari bulan sebelumnya dan termasuk laju kenaikan tercepat sejak September 2020.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami khawatir tentang peralihan dari harga produsen ke harga konsumen," kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom Pinpoint Asset Management yang berbasis di Hong Kong, dikutip dari CNN, Kamis (11/11/2021).

"Perusahaan berhasil menggunakan persediaan input mereka sebagai penyangga untuk menghindari beban biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan mereka sebelumnya, tetapi (sekarang) persediaan mereka telah habis," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Pekan lalu, Kementerian Perdagangan China mengeluarkan pengumuman agar pemerintah daerah mendorong masyarakat 'menimbun' makanan dan kebutuhan sehari-hari untuk berjaga-jaga dari cuaca buruk, kekurangan energi, dan pembatasan COVID-19 yang mengancam akan gangguan pasokan.

Peringatan tiba-tiba itu pun nyatanya memicu panic buying masyarakat di supermarket sampai e-commerce Alibaba. Pihak berwenang mengaitkan kenaikan inflasi konsumen ini dengan melonjaknya biaya sayuran dan gas.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Ahli Statistik Senior untuk NBS, Dong Lijuan mengatakan, harga sayuran naik 16% pada Oktober lalu disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan naiknya biaya transportasi.

Dia mengatakan, cuaca ekstrem telah merusak tanaman, dan pihak berwenang telah mengakui bahwa biaya transit lintas wilayah dapat meningkat imbas dari pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyebaran COVID-19 di China.

Harga bensin dan solar, kata Dong, naik lebih dari 30%. Krisis energi yang saat ini melanda berbagai negara juga merupakan kontributor utama kenaikan inflasi harga produsen, karena biaya penambangan dan pemrosesan batubara telah meningkat.

Inflasi di China juga memicu kekhawatiran global. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini, jika harga barang di tingkat produsen melonjak maka akan mendorong tekanan inflasi global.

Kepala Strategi Valuta Asing untuk Mizuho Bank mengatakan, hal itu terjadi mengingat peran China sebagai pabrik dunia dan bagian dalam rantai pasokan global. Dia memprediksi kondisi tersebut akan terjadi selama musim dingin.

"Inflasi produsen juga mungkin tetap tinggi untuk sementara, kemungkinan sepanjang musim dingin," tuturnya.


Hide Ads