'Mbak-mbak SCBD' Tampil Kece tapi Gaji Ngepas, Kamu Jangan Yah, Bahaya!

'Mbak-mbak SCBD' Tampil Kece tapi Gaji Ngepas, Kamu Jangan Yah, Bahaya!

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 18 Nov 2021 18:56 WIB
ilustrasi fashion/gaya mbak-mbak SCBD
Foto: Getty Images/iStockphoto/pondsaksit / Ilustrasi Mbak-mbak SCBD
Jakarta -

Heboh di media sosial soal gaya hidup tinggi dari karyawan wanita di kawasan perkantoran Sudirman Central Business District (SCBD). Dalam unggahan salah satu akun di Twitter disebutkan bahwa sebenarnya gaji dari karyawan SCBD itu mayoritas pas-pasan.

Para wanita karir yang tengah diperbincangkan di media sosial itu dinamai 'mbak-mbak SCBD'. Mereka menjadi bahan perbincangan karena dinilai memiliki gaya berpenampilan yang tinggi, padahal ternyata gaji mereka tidak besar.

"Mayoritas orang yang bekerja di kawasan segitiga emas Jakarta dan SCBD hanya digaji minimal UMR Jakarta atau sedikit di atasnya (Rp 5 juta sampai Rp 6 juta)," dalam foto yang diunggah salah satu akun @jod********.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, apakah sehat memaksakan penghasilan untuk memenuhi gaya hidup saja?

Perencana keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari Assad menjelaskan terkait karyawan di kawasan SCBD yang memiliki gaya hidup yang tinggi, bukan salah dari pekerjaannya tetapi bagaimana karyawan memilih gaya hidupnya.

ADVERTISEMENT

"Pintar-pintar kita juga memiliki baju atau sepatu kalau branded kan mahal, tetapi kan ada juga yang merek lokal dan bagus. Nggak usah gengsi yang penting bisa cantik, baju sederhana juga banyak," katanya, kepada detikcom, Kamis (18/11/2021).

Menurutnya jika terus menerus memaksakan gaya hidup bahayanya akan terus memaksakan dengan cara mencari utang. Justru jika ketahuan berutang hanya demi mengedepankan gaya akan lebih memalukan.

"Itu jadi lebih malu lagi, kalau ketahuan pinjam di pinjaman online, kalau utang kartu kreditnya ditagih depkolektor telpon ke kantor, itu kan lebih malu lagi," tambahnya.

Kemudian, dampak pengelolaan keuangan yang tidak bagus akan berdampak ke pekerjaan, mental hingga ke keluarga.

"Apa lagi kalau melupakan kebutuhan anak, padahal kita kerja biasanya untuk anak, sudah nggak bagus efeknya kalau berdampak ke keluarga. Keluarga suami istri yang bercerai juga kerap kali karena masalah utang salah satunya," tuturnya.

Jadi, disarankan untuk mengelola keuangan dengan benar. Dia menjelaskan, kalau mengelola keuangan itu menghitung berapa gaji dan berapa pengeluaran.

"Dari pengeluaran itu sebenarnya cukup nggak, kalau pengeluaran dari budget sudah nggak cukup berarti ada yang salah, bukan salah penghasilannya tetapi cata mengaturnya. Apalagi untuk pekerja kantoran, kan angkanya sudah jelas," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan mengatakan gaya hidup dalam pekerjaan itu tergantung lingkungannya.

"Kalau di SCBD itu kan dekat dengan Mall Pacific Place itu kan memang isinya branded mau-nggak mau terpengaruh gaya hidup di lingkungan," ucapnya.

Meski demikian, baginya pakaian itu adalah hal nomor dua dalam pekerjaan. Kemudian, tergantung seseorang membawa dirinya dalam lingkungan.

"Kalau gaya itu kan ujungnya bagaimana acceptance kita di tengah masyarakat. Bahayanya kalau sudah konsumtif, berusaha untuk mendapatkan jadi melakukan pinjaman atau kredit ya," tutupnya.

(das/das)

Hide Ads