Pemerintah menghitung rata-rata kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09%. Angka itu keluar berdasarkan perhitungan dari data-data ekonomi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Mendengar hasil perhitungan itu, kaum pekerja atau buruh tentu menolak. Sebelumnya mereka menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10%.
Lalu apakah benar penghitungan kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09% itu layak untuk keadaan saat ini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan upah minimum tersebut terlalu rendah. Sebab dia memandang tidak sebanding dengan proyeksi naiknya inflasi maupun pertumbuhan ekonomi.
"Dengan kondisi naiknya harga barang khususnya komoditas energi dan barang impor kan tidak menutup kemungkinan inflasi tembus diatas 4% tahun 2022. Sekarang upah tahun depan naiknya cuma 1% rata rata ya, habislah tergerus inflasi pendapatan buruh yang rentan miskin," terangnya kepada detikcom, Minggu (21/11/2021).
Tak hanya itu, menurut Bhima kondisi masyarakat akan semakin tertekan dengan adanya tarif PPN baru pada April 2022. Dia menilai kenaikan UMP belum bisa menutupi tambahan beban yang dialami kaum pekerja.
"Pemerintah per April 2022 juga menerapkan tarif PPN baru yang naik 1% menjadi 11%. Tarif PPN ini kan berlaku umum, artinya pekerja juga kena dampaknya. Kalau pajak barang naik 1% sementara upahnya naik 1% bisa dikatakan tidak ada kenaikan upah sama sekali. Buruh makin terjepit posisinya," tuturnya.
Sementara Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah memandang 2022 merupakan tahun dari pemulihan ekonomi setelah terpuruk dihantam pandemi.
"Dengan pulihnya ekonomi diharapkan pengangguran bisa kembali dikurangi," ucapnya.
Lanjutkan membaca -->
Simak Video "Video: UMP Naik 6,5% di Semua Provinsi, Cek UMP Daerahmu di Sini!"
[Gambas:Video 20detik]