Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra cukup optimis bahwa proses restrukturisasi utang yang sedang ditempuh perseroan akan berhasil. Meskipun, butuh waktu yang panjang karena ada 800 kreditur dan lessor yang harus dihadapi.
Irfan mengatakan telah menyampaikan skema proposal restrukturisasi kepada lessor dan kreditur sebagai salah satu upaya pemulihan kinerja. Dirinya tidak menampik respons yang diterima beragam.
"Ada yang ngambek, ada yang marah, ada yang baik hati 'udah nggak usah dipikirin utang Anda, nanti kalau sudah ada kita ngomong', macam-macam lah ragamnya karena kita punya 800 kreditur," kata Irfan dalam program Blak-blakan detikcom yang tayang Senin (22/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar para lessor dan kreditur mau menerima proposal Garuda untuk negosiasi utang, manajemen mencoba meyakinkannya dengan cara menceritakan rencana bisnis ke depan. Irfan menyebut bisnis Garuda nantinya akan menguntungkan karena berbagai kegiatan yang bikin rugi bakal ditinggalkan.
"Supaya meyakinkan mereka bahwa 'oh it's worth kok saya terima proposal Garuda karena Garuda akan seperti ini'. Di situ memang story-nya mesti meyakinkan, masuk akal, story telling-nya juga mesti benar, saya ketemu dengan banyak pihak dan saya cerita ini lho Garuda ini," terangnya.
Irfan menyebut para kreditur tidak punya banyak pilihan untuk menolak restrukturisasi Garuda. Pasalnya jika Garuda bangkrut, mereka kemungkinan disebut tidak akan kebagian apapun dari hasil penjualan aset.
"Dua belah pihak Garuda maupun 800 kreditur itu harus mencapai kesepakatan, karena kalau tidak yaudah bangkrut. Kalau Garuda pailit atau bangkrut, aset-asetnya dijual, kalau aset-asetnya dijual ada aturan pembagian hasil penjualan aset kemungkinan besar 800 kreditur nggak dapat apa-apa karena nilai aset kita itu kecil dan airlines memang by definition asetnya kecil," jelasnya.
"Jadi kadang-kadang buat kreditur ini nggak punya pilihan yang baik, mendingan terima proposalnya Garuda daripada Garuda bangkrut," tambahnya.
Sampai saat ini, Irfan melihat proses restrukturisasi berjalan positif. Proses negosiasi dengan para lessor disebut sudah dilakukan sejak tahun lalu, dengan hasil maskapai pelat merah tersebut bisa hemat Rp 2 triliun pada 2020.
"Banyak orang nggak tahu bahwa Garuda itu sudah saving Rp 2 triliun setahun hasil negosiasi tahun lalu. Hanya saja kedua belah pihak kita maupun lessor itu beranggapan bahwa 2021 kondisi membaik, ternyata kan tidak dan utang jadi menumpuk," jelasnya.
Untuk diketahui, Garuda tercatat memiliki utang US$ 9,75 miliar atau Rp 138,45 triliun (kurs Rp 14.200) sehubungan dengan implementasi Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73. Dengan kerja sama yang sudah dijalin lama, Irfan yakin para lessor dan kreditur bisa memahami kondisi Garuda yang belum bayar kewajibannya.
"Dari US$ 9,7 (miliar) itu, US$ 5,5 (miliar) sebenarnya utang masa depan, makanya muncul angka US$ 9,75 (miliar) angka utangnya, besar. Selama kondisi normal kan Garuda bayar terus, ketika pandemi ini Garuda nggak mampu bayar. Rasanya kami tahu posisi mereka, mereka juga tahu posisi kita tinggal dicari formula, kata-kata dan kesepakatan apa yang bisa dicapai," bebernya.