Di Depan Erick, Andre Rosiade Minta Kontrak Bandara Kualanamu Dibuka

Di Depan Erick, Andre Rosiade Minta Kontrak Bandara Kualanamu Dibuka

Mega Putra Ratya - detikFinance
Kamis, 02 Des 2021 14:12 WIB
Andre Rosiade (Dok. Pribadi).
Foto: Andre Rosiade (Dok. Pribadi).
Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi urusan BUMN, Andre Rosiade ikut menanggapi isu penjualan saham pengelolaan Bandara Kualanamu ke Investor India yang saat ini sedang ramai di tengah masyarakat.

Andre menjelaskan, informasi ini ramai setelah munculnya kerja sama strategis antara PT Angkasa Pura II (Persero) dengan GMR Group asal India dan Aeroports de Paris Group (ADP) asal Prancis.

Andre menyesalkan, bahwa munculnya berita miring soal isu penjualan saham pengelolaan Bandara Kualanamu ke investor India itu menujukan bahwa lemahnya komunikasi pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Angkasa Pura II untuk menjelaskan adanya proyek kerjasama tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Soal Bandara Kualanamu ini menunjukkan public relations (PR) pemerintah lemah, baik itu Kementerian BUMN, dan Angkasa Pura II," Kata Andre saat rapat kerja, antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/12/2021).

Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, bahwa dirinya mengetahui isu tersebut saat ia membaca di media dan mencoba untuk mempelajari. Bahkan, Kalau mau jujur untuk urusan Bandara Kualanamu itu sebenarnya proses tender yang sudah lama berjalan, tapi memang komunikasi pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Angkasa Pura II dalam rapat kerja dan RDP di Komisi VI tidak di ungkap.

ADVERTISEMENT

"Tiba-tiba kita mendengar pengumuman tanggal 23 November 2021, bahwa Angkasa Pura II ingin bekerja sama dengan pemenang tendernya yang bernama GMR konsorsium dari India yang mengelola Bandara New Delhi dan Charles de Gaulle di Prancis. Ini pemain besar lah," tuturnya.

Andre juga menegaskan bahwa, dalam pemaparan yang dilakukan oleh Kementerian BUMN dalam menyikapi masalah Bandara Kualanamu ini tidak menjelaskan juga secara detail keuntungan yang didapat pemerintah setelah investasi.

"Dan saya dengar bahwa setelah tandatangan kontrak tanggal 23 Desember 2021 nanti pihak GMR itu akan memberikan yang namanya Apron payment kepada Indonesia sebesar Rp 1,58 triliun," ungkap Andre.

Di mana uang Rp 1,58 triliun itu, lanjut Andre seharusnya bisa digunakan oleh Angkasa Pura II untuk pembangunan bandara baru atau revitalisasi Bandara yang sudah eksisting seperti Bandara di Silangit Sumatera Utara yang sudah berkali-kali minta anggaran runway tapi tidak terwujud.

"Jadi dengan adanya kerja sama ini mungkin bandara bandara yang eksisting tersebut bisa direvitalisasi," tegasnya.

Baca halaman berikutnya.

Dalam kesempatan tersebut, Andre yang merupakan politisi asal Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa dalam Kontrak Joint Venture Company (JVCo) tersebut, Angkasa Pura II sebagai pemegang saham mayoritas dengan menguasai 51 persen saham di PT Angkasa Pura Aviasi, sementara GMR Airports Consortium memegang 49 persen saham. pengelolaan selama 25 tahun.

"Ini harus kita jelaskan kepada masyarakat. Bahwa saat ini Angkasa Pura II melakukan kerja sama dengan GMR Airports Consortium dan membentuk Joint Venture Company (JVCo), yaitu PT Angkasa Pura Aviasi. Nah ini yang harus kita luruskan dan jelaskan mengenai kontrak kerjasama tersebut," ungkap Andre.

Karena itu Andre meminta, agar Kementerian BUMN dan para BUMN BUMN yang ada di Indonesia sebelum melakukan aksi korporasi melaporkan terlebih dahulu kepada Komisi VI DPR RI agar bisa saling suport dan juga menepis isu adanya pengalihan aset. Padahal 100 persen Bandara Kualanamu ini masih dikuasai oleh Angkasa Pura II.

"Kita tahu bahwa Kemitraan ini bukan transaksi penjualan saham atau bentuk penjualan aset. kemitraan strategis tersebut adalah inovasi model bisnis yang menarik minat investasi pihak swasta untuk berkontribusi dalam pengembangan infrastruktur di Indonesia," papar Andre.

Politisi Gerindra yang berasal dari Daerah Pemilihan Sumatera Barat itu menuturkan, dalam kontrak JVCo tersebut yang perlu masyarakat sadari bahwa ini adalah kerja sama BOT (Build Operate Transfer), artinya ini kerja sama operasional yang terjalin selama 25 tahun. Maka jika kontraknya sudah berakhir, akan dikembalikan lagi kepada Angkasa Pura II.

"Di satu sisi kita harus apresiasi, bahwa di masa pandemi ini ada pihak swasta yang mau berinvestasi, menaruh uangnya sebanyak US$6 miliar atau setara degan Rp 15 Triliun di Indonesia," tutur Andre.

Dengan demikian dengan adanya isu penjualan aset Bandara Kualanamu ini bisa menjadi evaluasi bagi Kementerian BUMN dan Angkasa Pura II serta BUMN BUMN lainnya untuk memperbaiki komunikasinya.

"Sehingga masyarakat tidak terjebak dengan berita berita yang tidak benar, serta menjadi edukasi kepada masyarakat terkait dengan investasi," tuturnya.

"Karena itu, kita harus buka semua isi perjanjiannya. Supaya tidak ada fitnah. Supaya masyarakat mengetahui apakah kerja sama itu berpotensi merugikan negara atau justru sebaliknya? Sehingga kerja sama ini yang tujuannya baik bisa berjalan untuk kepentingan Indonesia," tegas Andre.


Hide Ads