BPK Ungkap Hal Tak Wajar dari Anggaran COVID-19, Apa Itu?

BPK Ungkap Hal Tak Wajar dari Anggaran COVID-19, Apa Itu?

Trio Hamdani - detikFinance
Kamis, 09 Des 2021 17:16 WIB
Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Jatim
Foto: Rois Jajeli
Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ketidakwajaran pada program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) 2020. Hal itu disampaikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2021.

BPK menilai pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi COVID-19 pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai implementasi ketentuan Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 belum didukung dengan mekanisme pelaporan secara formal.

"Akibatnya, pertanggungjawaban keuangan negara dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19 belum sepenuhnya sesuai dengan UU tersebut," demikian laporan IHPS I 2021 dikutip detikcom, Kamis (9/12/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penilaian tersebut diberikan karena pemerintah belum menyusun dan menetapkan mekanisme pelaporan biaya penanganan COVID-19 secara komprehensif pada LKPP sebagaimana diamanatkan Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2020.

Dalam hal ini, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PC-PEN tahun 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai dengan ketentuan. Akibatnya, kelebihan pencatatan penerimaan pajak ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp 24,12 miliar, kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya sebesar Rp 967,46 miliar, serta nilai insentif dan fasilitas perpajakan minimal sebesar Rp 706,04 miliar belum dapat diyakini kewajarannya.

ADVERTISEMENT

BPK menilai hal di atas disebabkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) belum optimal dalam mengadministrasikan informasi pelaksanaan program insentif dan fasilitas perpajakan, mengawasi pelaksanaan penelitian tarif atas importasi yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk, termasuk pengujian dan tindak lanjut yang dilakukannya.

Selain itu, kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Belanja bendahara umum negara (BUN) pada DJP tidak teliti dalam melakukan pengujian formal dan material atas tagihan belanja subsidi pajak DTP.

"Pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 K/L tidak memadai. Akibatnya, pengeluaran tersebut belum dapat diyakini kewajarannya. Hal ini disebabkan pengendalian pada K/L dan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam pengawasan atas pelaksanaan program PC-PEN belum optimal," tulis BPK dalam IHPS.

Lebih lanjut, penyaluran subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non-KUR serta Kartu Prakerja dalam program PC-PEN dinilai belum memerhatikan kesiapan pelaksanaan program, sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.

Hal itu mengakibatkan realisasi belanja subsidi bunga KUR dan non-KUR dalam rangka PC-PEN dan belanja lain-lain untuk Program Kartu Prakerja belum menunjukkan penyaluran yang sesungguhnya.

"Hal ini disebabkan, Menteri Keuangan belum menetapkan peraturan terkait dengan pengelolaan rekening penampungan sisa dana belanja lain-lain kartu prakerja sebagai dana cadangan," jelas BPK.

Pemerintah juga disebut belum mengetahui sisa dana PC-PEN 2020 dan kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan pada 2021. Akibatnya, kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan/dibayar pada 2021 tidak dapat dipastikan secara andal.

BPK menilai hal itu disebabkan oleh Menteri Keuangan belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN 2020 dari sisa dana SBN PC-PEN 2020 dan belum selesai mengidentifikasi kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan/dibayar pada 2021.

Apa tanggapan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati? Baca di halaman berikutnya.

Simak juga Video: Peta Sebaran Covid-19 RI Per 9 Desember 2021, Jabar Tertinggi

[Gambas:Video 20detik]



Sri Mulyani dinyatakan BPK akan menyempurnakan mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam penanganan dampak pandemi COVID-19 pada LKPP, serta akan melakukan penandaan belanja dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melalui DJP dan DJBC juga akan melakukan pengembangan dan penyempurnaan sistem pengajuan insentif wajib pajak (WP)
pada situs resmi DJP online, memperbaiki mekanisme pengolahan atau verifikasi laporan realisasi dan mekanisme pencairan insentif/fasilitas (DTP), mengawasi kepatuhan perpajakan dari WP yang memanfaatkan insentif/fasilitas,

"Serta memerintahkan kepala kantor pabean melakukan penelitian mendalam dan/atau penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan atas barang yang memperoleh fasiltas insentif yang menggunakan kode Harmonized System (HS) tidak sesuai dengan ketentuan," demikian tanggapan Sri Mulyani di dalam IHPS.

Bendahara negara tersebut juga akan melakukan koordinasi dengan K/L dan APIP K/L untuk memperbaiki sistem pengawasan, serta meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan anggaran yang terkait dengan penanganan dampak pandemi COVID-19.

Dia juga akan menetapkan peraturan terkait dengan pengelolaan rekening penampungan sisa dana Belanja Lain-Lain Kartu Prakerja sebagai dana cadangan.

"Menteri Keuangan akan melakukan identifikasi dan rekonsiliasi atas sisa dana PC-PEN 2020, serta program/kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan pada 2021 sesuai dengan pengaturan dalam PMK Nomor 187/PMK.05/2020," demikian tanggapan Sri Mulyani lebih lanjut.

BPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada Sri Mulyani. Apa saja?

Terhadap permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah antara lain agar:

- Menyusun dan menetapkan mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi COVID-19 pada LKPP, termasuk penyusunan asersi manajemen atas pemberian insentif perpajakan dalam rangka implementasi Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2020.

- Memerintahkan Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai antara lain untuk memperbaiki sistem pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan pada Sistem Informasi DJP (SIDJP), mekanisme pengolahan atau verifikasi pengajuan dan pencairan insentif dan fasilitas perpajakan, menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya, serta memerintahkan kepala kantor pabean melakukan penelitian mendalam dan/atau penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan atas barang yang memperoleh fasilitas insentif yang menggunakan Kode HS tidak sesuai dengan ketentuan.

- Berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga terkait agar memperbaiki tata kelola pelaksanaan anggaran yang terkait dengan program PC-PEN untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas.

- Menetapkan peraturan terkait dengan pengelolaan rekening penampungan sisa dana Belanja Subsidi Bunga/Margin KUR dan non-KUR dalam rangka PC-PEN dan Belanja Lain-Lain Kartu Prakerja sebagai dana cadangan.

- Melakukan identifikasi dan rekonsiliasi sisa dana PC-PEN 2020 dari pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN 2020, serta program/kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan pada 2021 sesuai dengan pengaturan dalam PMK Nomor 187/PMK.05/2020.


Hide Ads