Menteri ATR: UU Ciptaker Beri Solusi Rigiditas Perizinan Tata Ruang

Menteri ATR: UU Ciptaker Beri Solusi Rigiditas Perizinan Tata Ruang

Inkana Izatifiqa R Putri - detikFinance
Jumat, 10 Des 2021 10:50 WIB
Pameran prototipe pengelolaan sumber daya alam (SDA) digelar di Jakarta. Acara ini dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil.
Foto: Istimewa
Jakarta -

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil menilai UU Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja (UUCK) menjadi solusi terhadap persoalan tata ruang di Indonesia. Dalam hal ini, Sofyan mengatakan UU Cipta Kerja dapat menyederhanakan beberapa persoalan tata ruang di antaranya terkait konflik kepentingan, koordinasi yang tak sinkron, serta proses perizinan yang rigid.

"UUCK memberikan solusi terhadap kendala, terutama akibat rigiditasnya perizinan tata ruang," kata Sofyan dalam keterangan tertulis, Jumat (10/12/2021).

Sofyan mengatakan tata ruang pada dasarnya telah diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007, namun implementasinya masih menimbulkan kerumitan. Adanya UU Cipta Kerja, lanjutnya, memangkas beberapa birokrasi yang menyulitkan tersebut. Salah satunya terkait izin pemanfaatan ruang yang kini disederhanakan dengan model 'kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui penyederhanaan ini, Sofyan menjelaskan seseorang atau badan yang ingin memulai usaha dapat menempuh mekanisme lebih sederhana. Adapun pengurusan izin usaha yang kini sudah termasuk izin pemanfaatan ruang.

Selain itu, rencana tata ruang kawasan strategis, menurut UU Cipta Kerja, berarti menyerahkan wewenang mendesain kawasan strategis ke pemerintah pusat. Menurut Sofyan, hal ini dilakukan guna mengatasi konflik kepentingan antara daerah terkait rencana tata ruang.

ADVERTISEMENT

Sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja, pemerintah telah membentuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), yang berfungsi sebagai pengawas perencanaan tata ruang, terutama di daerah. Melalui KKPR, Sofyan mengungkapkan nantinya akan diterapkan konsep 'fit for purpose' jika ada desain tata ruang yang terbentur regulasi.

Terkait hal ini, Sofyan mengungkapkan KKPR diberikan untuk pelaku usaha maupun non berusaha, sebagai dasar pemanfaatan ruang. Ia menyebut syarat wajib menerbitkan perizinan berusaha atau non berusaha dilakukan melalui konfirmasi KKPR.

"Kita harapkan KKPR ini betul-betul efektif mencegah dan melindungi masyarakat dan lingkungan dari proses pembangunan yang tidak tepat," katanya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Guna mendorong perangkat daerah memahami cara kerja dan proses mendesain ruang, Kementerian ATR/BPN melalui Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) menggelar Pelatihan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tingkat Menengah Tahun 2021 pada 22 November-23 Desember.

Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I, Reny Windyawati menyampaikan sesuai amanat UU Cipta Kerja, pemerintah daerah harus menyusun RDTR dalam bentuk digital berbasis Online Single Submission (OSS) dan sesuai standar.

"Karena itu, diperlukan SDM penata ruang yang mumpuni untuk menyusun puluhan ribu RDTR di Indonesia," papar Reny.

Reny menjelaskan satu wilayah administrasi kabupaten/kota dapat memiliki lebih dari satu RDTR karena pembagian wilayah perencanaan. Wilayah ini mencakup wilayah administrasi, kawasan fungsional bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan, kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan yang menjadi bagian wilayah kabupaten, dan kota yang merupakan kawasan pedesaan dan direncanakan menjadi kawasan perkotaan.

Melalui pelatihan penyusunan RDTR ini, Reny berharap para peserta mampu menyusun konsep RDTR dan peraturan zonasi dengan baik dan benar.

"RDTR dirasa paling sesuai untuk dasar pengendalian dan pemanfaatan ruang. RDTR memiliki muatan materi yang lebih lengkap, termasuk dalam hal zonasi," pungkas Reny.



Simak Video "Video Aksi Kawal Putusan MK Selesai, Massa Buruh Tinggalkan Patung Kuda"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads