Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Implementasi Pengadaan Barang dan Jasa diterbitkan sebagai perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Diketahui, Perpres No 12/2021 ini merupakan bagian dari 52 peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Roni Dwi Susanto dalam sosialisasi Perpres baru mengatakan Perpres ini merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah untuk mengembangkan sistem adaptif. Terutama dalam merespons perkembangan teknologi, regulasi, dan kemudahan interaksi pada era digital.
Dengan lahirnya Perpres No 12/2021, Roni meyakini pengadaan barang/jasa akan menjadi salah satu penggerak roda perekonomian yang menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya dan memudahkan masyarakat khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk membuka usaha baru. Selain itu, ia menilai pengadaan barang/jasa juga mampu mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang menduduki peringkat kedua setelah suap.
"UU Cipta Kerja menjadi dasar perubahan aturan pengadaan barang dan jasa. Dengan perubahan aturan ini, UU Cipta Kerja bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah dan memberantas korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa," kata Roni dalam keterangan tertulis, Jumat (10/12/2021).
Roni menjelaskan diterbitkannya Perpres No.12/2021 yang menjadi bagian dari UU Cipta Kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama tiga bulan sejak UU Cipta Kerja mulai diberlakukan pada 2 November 2020. Adapun 52 peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 48 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) tersebut disusun bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga sesuai klasternya masing-masing.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan PP dan Perpres yang telah disahkan sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tersebut telah dapat dioperasionalkan atau diimplementasikan
"Namun kementerian/lembaga akan melakukan penyesuaian untuk petunjuk teknis pelaksanaan (misalnya terkait SDM, anggaran, dan organisasi). Pengaturan teknis tersebut tidak akan mengganggu implementasi PP dan Perpres," ungkap Airlangga.
Airlangga memaparkan Perpres No 12 Tahun 2021 mulai berlaku sejak ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 2 Februari 2021. Dalam aturan Perpres tersebut, keberpihakan pemerintah dalam mendukung UMKM dan Koperasi, serta penggunaan produk dalam negeri dilakukan dengan mengatur kewajiban bagi kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari nilai anggaran belanja barang/jasa.
Lebih lanjut, aturan baru tersebut juga menaikkan batasan paket pengadaan untuk UMKM menjadi Rp 15 miliar atau enam kali lipat dari nilai sebelumnya yang hanya Rp 2,5 miliar. Menurutnya, batasan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menentukan tentang batasan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 15 miliar.
Adapun tujuan lainnya dengan diberlakukannya Perpres No 12/2021 adalah untuk melakukan reformasi birokrasi secara struktural. Sehingga semua proses dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah bisa jauh lebih cepat.
(fhs/ara)