PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA menyelesaikan salah satu langkah restrukturisasi terhadap PT Barata Indonesia (Persero) melalui skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Itu ditandai dengan putusan homologasi PN Surabaya pada 6 Desember 2021 lalu.
PKPU Barata merupakan langkah awal bagi perusahaan untuk kembali fokus pada bisnis utama di industri manufaktur Indonesia. Atas hasil putusan homologasi tersebut, Barata memiliki kesempatan untuk menunda kewajibannya sebesar Rp 4 triliun sehingga ekuitas perusahaan menjadi positif Rp 510 miliar dari yang sebelumnya minus Rp 181 miliar.
"Pasca PKPU, PT PPA akan mengembalikan fokus bisnis utama Barata yaitu di bidang manufaktur, yang senantiasa berorientasi pada: pemenuhan pasar manufaktur domestik, penguatan pasar ekspor produk manufaktur unggulan perusahaan, dan mendorong peningkatan Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 45%," kata Direktur Utama PT PPA Yadi Jaya Ruchandi melalui keterangan tertulis dikutip detikcom Jumat (17/12/2021).
"Dengan pemenuhan TKDN yang tinggi, Barata diharapkan dapat memberikan dampak peningkatan nilai ekonomi dan sosial yang positif kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). PT PPA juga akan memperkuat proses bisnis dan memperbaiki kondisi keuangan Barata agar perusahaan dapat menjaga keberlanjutan usahanya," sambungnya.
Komisi VI DPR RI mengapresiasi restrukturisasi yang dilakukan PT PPA pada Barata. Itu disampaikan pada Rapat Panitia Kerja Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN Komisi VI DPR RI dengan Wakil Menteri BUMN II yang membahas rencana restrukturisasi Barata, pada Selasa (14/12) lalu.
"Kami mendukung kerja konkret dari Kementerian BUMN dan PT PPA untuk menyelesaikan restrukturisasi pada Barata yang salah satunya adalah rencana menovasikan kewajiban supplier yang dibiayai oleh BSI kepada Barata, sehingga tingkat kolektabilitas para supplier yang tercatat pada Sistel Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dapat menurun," kata Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade.
(eds/eds)