Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara soal pajak yang kerap dianggap masyarakat sebagai beban. Padahal menurutnya aturan perpajakan di Indonesia berpihak kepada masyarakat terutama kelompok tidak mampu, terkhusus regulasi yang baru, Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
"Kita bicara pajak langsung masyarakat merasa 'oh ini beban ini, ini beban ini, ini beban ini', padahal di dalam harmonisasi ini banyak sekali pemihakan kepada rakyat terutama yang kelompok tidak mampu, UMKM," katanya dalam Sosialisasi UU HPP di Bandung, ditayangkan secara langsung melalui saluran YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Jumat (17/12/2021).
Berikut beberapa pernyataan Sri Mulyani mengenai UU HPP:
1. KTP Jadi NPWP
Rencana pemerintah menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sering disalahartikan. Tak sedikit pihak yang berpendapat kebijakan tersebut mengartikan semua orang harus bayar pajak.
"Yang sering salah dan menyesatkan, 'oh jadi mulai sekarang pemerintah dan DPR setuju semua orang harus bayar pajak, yang punya NIK, mau mahasiswa, mau nggak punya pendapatan harus bayar pajak karena menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak," kata Sri Mulyani.
"Itu pasti menakutkan masyarakat tapi itu salah dan menyesatkan," sebutnya.
Dia menekankan bahwa yang wajib bayar pajak adalah mereka yang sudah mempunyai penghasilan dengan besaran yang sudah diatur oleh pemerintah. Sedangkan masyarakat yang tidak mampu selain tidak wajib membayar pajak juga mendapatkan bantuan dari negara.
"(Yang mampu) bayar pajaknya buat apa? bukan untuk dikumpulkan oleh Kementerian Keuangan atau Pak Dirjen Pajak tadi. Bayar pajaknya dipakai untuk bantuin yang tidak mampu tadi untuk membangun infrastruktur. Jadi NIK menjadi NPWP tidak serta merta menyebabkan yang punya NIK harus wajib pajak. Mereka harus memiliki kemampuan ekonomi untuk bisa membayar pajak," tambahnya.
(toy/eds)