Meroketnya harga cabai di momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) turut berdampak kepada bisnis ayam bakar. Salah satunya Ayam Bakar Mas Toro, di Depok yang menyajikan hidangan dengan sambal pedas khasnya bernama sambal ndawer. Dikarenakan harga cabai terus naik, pemilik bernama Ahmad memutuskan untuk mengenakan biaya tambahan sebesar Rp 3.000/porsi untuk sambalnya.
"Kita ada kebijakan untuk sambal tertentu, kalau di kita sambal ndawer itu kita kasih harga, sebelumnya nggak bayar, nggak ada tambahan biaya. Akhirnya setelah cabai naik ini kita kasih tambahan Rp 3.000 kalau mau sambal yang ndawer," kata Ahmad kepada detikcom.
Dengan keputusannya mengenakan biaya tambahan ke sambal, Ahmad mengaku banyak mendapat pertanyaan dari para pelanggan. Dia pun mencoba menjelaskan apa adanya yang sedang dihadapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejauh ini belum ada (komplain), tapi mereka pada nanya kok sekarang ada biayanya, ya kita jelasin lah bahwa ada kenaikan harga cabai, kenaikannya juga sangat tinggi, jadi berefek pada penjualan," jelasnya.
Jika tidak mau berbayar, Ahmad tetap menyediakan sambal gratis bagi pelanggannya yaitu sambal merah dengan rasa yang tidak terlalu pedas. "Jadi menu sambal tertentu saja yang kita kenakan charge," terangnya.
"Kalau kenaikan harga cabai kayak gini, pedagang kayak kita yang basis jualannya sambal, itu pasti kerasa dampaknya, sekarang pun kita kerasa lagi. Kalau memang nanti harga cabai normal lagi, bisa kita pertimbangkan untuk nggak pakai biaya lagi sambalnya," ucapnya.
Pedagang warteg juga sedang dipusingkan dengan harga kebutuhan pokok yang terus naik. Bagaimana tidak, sebagian menunya yang membutuhkan cabai, minyak goreng, hingga telur harganya terus melambung.
Ketua Koordinator Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan kenaikan harga kebutuhan pokok ini selalu terjadi setiap momen Natal dan Tahun Baru. Dia pun menyayangkan sikap pemerintah yang seakan tidak sigap dengan gejolak harga yang terjadi setiap tahun.
"Para pedagang warteg menyikapi beberapa harga komoditi yang menjadi bahan baku menu warteg cukup prihatin dan keberatan karena pemerintah belum bisa mengantisipasi kenaikan harga-harga komoditi. Harusnya pemerintah sigap dengan gejolak harga tiap tahunan," kata Mukroni saat dihubungi detikcom.
Pengusaha warteg mengaku saat ini belum menaikkan harga menu karena mempertimbangkan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Tetapi jika kenaikan bahan pokok ini berlanjut sampai 2022, bukan tidak mungkin pihaknya akan naikkan harga.
"Kami menunggu waktunya, biasanya ini ritual tahunan, kalau sudah melewati tahun baru biasanya turun. Kalau tidak, ya kami kurangi porsinya atau naikin harga," tuturnya.
"Sementara kami untung sedikit, bertahan supaya pelanggan tidak lari. Apalagi masih suasana pandemi, tidak tega menaikkan harga, sementara daya beli rakyat belum pulih," tambahnya.
(toy/eds)