Bikin Gojek Digugat Rp 24 T, Pahami Dulu Aturan soal Hak Cipta

Bikin Gojek Digugat Rp 24 T, Pahami Dulu Aturan soal Hak Cipta

Tim detikcom - detikFinance
Rabu, 05 Jan 2022 16:44 WIB
Gojek
Foto: Dok. Gojek
Jakarta - PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) dan Nadiem Makarim digugat oleh Hasan Azhari alias Arman Chasan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan Nomor Perkara 86/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2021/PN Niaga Jkt.Pst.

Pada intinya, gugatan senilai Rp 24,9 triliun yang dilayangkan Hasan Azhari alias Arman Chasan kepada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek dan Nadiem Makarim menuduh adanya pelanggaran hak cipta yang dilakukan Gojek.

Perihal hak cipta, rupanya masih banyak masyarakat Indonesia yang memahami. Apa lagi, dalam kasus Gojek, objek tuntutan adalah ide atau gagasan bisnis yang sulit dibuktikan karena tak berwujud.

Lantas, bagaimana sih aturan perlindungan hak cipta di Indonesia? Yuk pahami bareng-bareng.

Ahli Konsultan Hukum Hak Kekayaan Intelektual dan pengacara Gunawan Suryomurcito secara sederhana menjelaskan, hak cipta yang diatur di Indonesia bisa dilindungi bila objek yang dimaksud sudah memiliki wujud fisik. Misalnya saja, sudah berbentuk perangkat lunak atau software, atau perusahaan yang menjalankan gagasan bisnis itu sudah terbentuk dan dituangkan jelas dalam akta pendirian usaha.

"Kalau hanya gagasan saja, itu tidak bisa dilindungi. Jadi bisnis modelnya itu tidak bisa dilindungi. Yang bisa dilindungi adalah softwarenya itu. Nah, kalau itu dijiplak oleh Gojek atau Nadiem itu baru bisa digugat," jelas Gunawan.

Lebih lanjut Gunawan menjelaskan, satu perkara bisa dikatakan telah melanggar hak cipta bila objek gugatannya telah memiliki wujud. Dalam konteks Gojek, gugatan hak cipta bisa diajukan bila software yang digunakan gojek terbukti secara sah dan meyakinkan merupakan tiruan atau jiplakan dari produk serupa yang dimiliki penggugat.

"Sepanjang belum menjadi fiksasi atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata, seperti source code, Gojek bisa mengonlinekan software-nya. Tapi kalau source code-nya itu ditiru atau dijiplak, nah itu baru salah," kata Gunawan Suryomurcito, Senin (3/1/2022).

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Gunawan menambahkan hak cipta melindungi fiksasi. Oleh karena itu, apa yang disebut Arman Chasan sebagai hak ciptanya, terbatas pada fiksasi yang dia lakukan.

"Sebenarnya pencatatan tidak mutlak karena ada ketentuan dalam Undang-undang Hak Cipta bahwa pencatatan tidak melindungi isi dari ciptaan yang dilindungi. Itu hanya sebagai bukti primavasi atau bukti awal dari hak yang diklaim. Yang dicatatkan maupun tidak, itu tidak ada akibat hukumnya. Tidak melindungi materinya, atau formalitas saja," tandasnya.

Apa yang dikatakan Gunawan sejalan dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Mengenai Hak Cipta. Dalam pasal 41 ayat a dan b disebutkan bahwa hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata maupun setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, dan temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan.

Sebagai perusahaan kredibel, Gojek diyakini Gunawan sudah siap dengan berbagai kemungkinan terkait hak cipta. Karena itu, Gojek telah melakukan berbagai antisipasi jika ada gugatan-gugatan seperti ini.

"Tapi ya kan tidak bisa melarang orang menggugat. Minta berapa, asal nyebut angka, orang kan bebas saja," imbuhnya.

Sebagai informasi, Hasan Azhari alias Arman Chasan melayangkan gugatan dilayangkan kepada Gojek dan Nadiem Makarim pada Jumat (31/12/2021) lalu. Gugatan yang memiliki Nomor Perkara 86/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2021/PN Niaga Jkt.Pst meminta Gojek dan Nadiem untuk membayar royalti kepada penggugat sebesar Rp 24,9 triliun.

Arman Chasan mengklaim bahwa dirinya merupakan pelopor atau perintis pertama istilah ojek online atau ojol sejak 2008. Ia juga mengaku pernah memasarkan jasa ojeknya di situs blogger. (dna/dna)


Hide Ads