Saat ini memang di masa pandemi COVID-19 yang terjadi di dunia sempat menekan permintaan komoditas kopi, hal ini karena adanya gangguan pada rantai pasok logistik karena adanya pembatasan arus keluar masuk barang di berbagai negara. Selain itu kelangkaan kontainer juga menyebabkan biaya logistik naik berkali lipat.
Kendala ini pun menyebabkan volume perdagangan kopi menurun, terutama di jalur pasar ekspor dunia. Indonesia sebagai produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolumbia, ikut terdampak oleh kondisi tersebut.
Meski demikian, nyaris tidak ada pelaku usaha kopi yang gulung tikar dan beralih ke bisnis komoditas lain. Ini memperlihatkan bahwa penurunan bisnis kopi murni adalah akibat pandemi dan terganggunya rantai pasok, bukan karena berkurangnya permintaan pasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memasuki tahun 2021, permintaan kopi dunia sudah menunjukkan tren menggembirakan. Permintaan berangsur pulih. Nilai ekspor kopi Indonesia rebound ditopang oleh kenaikan harga kopi dunia. Pertumbuhan nilai kopi masih minus yaitu sebesar -1,9% pada periode kumulatif Januari - Oktober 2021, namun relatif membaik dari minus 6,9% di tahun 2020.
Porsi ekspor terbesar yaitu jenis kopi tidak disangrai (98,51%) dengan pertumbuhan nilai ekspornya -7,22% yoy (year on year) pada tahun 2020.
Simak Video "Video: Pedagang di Chinatown San Francisco Kena Dampak Tarif 145%"
[Gambas:Video 20detik]
(kil/zlf)