Abdullah Azwar Anas resmi diangkat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Ia dilntik oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa pada Kamis (13/1) kemarin.
Abdullah Azwar Anas menjadi kepala LKPP setelah melalui lima tahapan tes. Pertama yakni seleksi administrasi, rekam jejak, penulisan makalah, asesmen center, dan tes kesehatan sejak 9 November 2021.
Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan LKPP memiliki tantangan yang besar. Selain tuntutan kualitas kebijakan, lembaga itu juga perlu menyikapi tantangan sistem pengadaan yang andal dan responsif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita semua mengharapkan agar LKPP terus meningkatkan kiprahnya dalam menghasilkan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah utamanya keberpihakan terhadap industri nasional sehingga dapat mendorong industri lainnya," ujar Suharso dikutip dari laman resmi LKPP, Jumat (14/1/2022).
Suharso juga minta agar LKPP dapat mengawal pembentukan Ibu Kota Negara (IKN) baru dari segi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kesiapan presidensi G20, maupun Revitalisasi TMII dan ASEAN Summit.
Sebagai informasi, Abdullah Azwar Anas merupakan Bupati Banyuwangi dua periode yakni tahun 2010-2015 dan dilanjutkan pada 2016-2021. Sebelumnya dia pernah menjabat sebagai anggota MPR RI dan kemudian menjadi anggota DPR RI.
Dalam masa kepemimpinannya sebagai Bupati Banyuwangi, ia menciptakan inovasi di antaranya terpilih sebagai kabupaten terinovatif se-Indonesia dalam pengukuran indeks inovasi daerah oleh Kementerian Dalam Negeri, kabupaten pertama yang memiliki SAKIP (Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan) dengan nilai A, hingga juara UNWTO (Badan PBB untuk Pariwisata) untuk kategori kebijakan publik bidang pariwisata terbaik di dunia.
Di era kepemimpinan Abdullah Azwar Anas, tingkat kemiskinan di Banyuwangi juga disebut menurun hingga ke level 7,5% pada 2019 dari sebelumnya selalu dua digit. Pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi meningkat dari hanya Rp 20,86 juta (2010) menjadi Rp 51 juta per tahun (2019).
(aid/ara)