Pengawasan Perlu Dipertajam
Dalam diskusi ini salah satu pakar, yaitu Amin Soebandrio dari Eijkman Institute menyatakan bahwa Indonesia sedang memasuki masa transisi penanganan Covid-19 dari varian Delta menuju Omicron. Menurutnya, pengawasan pada tingkat molecular perlu dipertajam mengingat banyak hal yang belum diketahui mengenai varian ini.
"Sampai sekarang Omicron ini masih terus diteliti, kecepatan penularannya cepat. Walaupun ini merupakan varian yang berbeda dari Delta dengan tingkat kematian yang masih belum ada, tetapi kita perlu terus mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait varian baru Omicron ini, memang telah terjadi kenaikan yang signifikan. Epidemiolog dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hari Kusnanto dari Epidemiolog dari FK Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah dapat melakukan flattening the curve atau dapat menjaga kenaikan kasus tidak terlalu cepat dan juga tinggi sehingga puncaknya akan terjadi di bulan Maret namun dengan jumlah kasus yang lebih rendah.
Hanya saja, menurut Hari, pengendalian penularan Varian Omicron dapat dilakukan jika protokol kesehatan, pembatasan mobilitas, pelaksanaan vaksinasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan sudah terakomodir dengan baik.
Pakar lainnya, yaitu Erlina Burhan dan Siti Setiati dari FK Universitas Indonesia (UI) mengingatkan agar masyarakat tidak terlena dengan adanya narasi varian Omicron ini tidak seganas varian sebelumnya. Keduanya memberikan saran kepada Menko Luhut dan jajaran Menteri serta satgas agar melakukan upaya-upaya tegas dalam menegakkan protokol kesehatan dan juga melakukan vaksin booster.
"Varian ini masih terus diteliti, dia less severe daripada Delta, tapi masih terus diteliti. Ini bisa meningkat, jika kita tidak tegas dalam mengurangi transmisi atau transmisinya tinggi," tegas Dokter Siti dalam diskusi tersebut.
Lebih jauh, selain saran dari aspek kesehatan, Menko Luhut juga meminta masukan dari aspek sosial untuk merumuskan strategi yang lebih komprehensif.
Dalam diskusi tersebut, Sosiolog UI Imam B. Prasodjo menjelaskan bahwa strategi yang selama ini sudah digunakan dalam aspek sosial sudah tepat. Menurutnya, ada empat poin utama yang perlu terus dilakukan oleh pemerintah, yakni memperkuat koordinasi antarjajaran pemerintah serta aparat keamanan.
Strategi kedua, tambah Imam adalah mendorong masyarakat melakukan public-pressure kepada sesamanya yang melanggar aturan protokol kesehatan, melakukan kampanye untuk meningkatkan ketahanan tubuh atau imunitas tubuh di dalam keluarga, dan juga mencoba melakukan pemberdayaan masyarakat di daerah melalui pendidikan agar tidak terjadi generation lost.
Pada akhir diskusi ini, Menko Luhut, Menkes Budi G. Sadikin, Wamenkes Dante, dan Koordinator Tim Pakar Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito, menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas masukan, kritik, dan saran yang diberikan oleh para pakar dalam diskusi ini. Sisi positif dari penanganan Pandemi Covid-19 ini menurut Menko Luhut justru meningkatkan solidaritas sesama masyarakat Indonesia untuk bahu membahu, saling membantu satu sama lain.
"Hal ini perlu kita pertahankan, bukan hanya saat menghadapi pandemi ini, tetapi juga untuk seterusnya. Ini adalah hal baik dan patut kita syukuri yang timbul dari pandemi ini," katanya.
Selain beberapa pakar di atas, dalam diskusi ini hadir juga beberapa pakar lainnya yang turut memberikan pendapat, yaitu Ismoedijanto Moedjito dari FK Unair, Panji Hadisoemarto dari FK Universitas Padjadjaran (Unpad), Iwan Ariawan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Pandu Riono dari FKM UI, dan dokter spesialis anak Aman Bhakti Pulungan.
(ara/fdl)