Sebagai informasi, sebelumnya seluruh pesawat udara yang terbang pada ruang udara di atas Kep. Riau dan Natuna harus mendapatkan clearance dari otoritas penerbangan Singapura. Apabila tidak segera diselesaikan, maka hal ini akan terus berlanjut dengan kerugian dari semua aspek bagi Indonesia. Setelah berlakunya MOU secara efektif maka semua pelayanan navigasi penerbangan dilakukan oleh FIR Jakarta.
Hasil yang diraih saat ini, merupakan bukti konkret pemerintah atas amanah Undang-Undang nomer 1 tahun 2009 dan yang telah diperjuangkan sejak tahun 1995, diantaranya adalah:
1) Pengukuhan internasional terkait kedudukan Indonesia sebagai negara kepulauan dan ruang udara di dalam FIR Jakarta bertambah seluas 249.575 km2.
2) Dukungan operasional dan keamanan pada kegiatan pesawat udara negara (TNI, Polri, KKP dan Bea Cukai) lebih maksimal.
3) Kerjasama sipil-militer di air traffic management (Civil-Military Aviation Cooperation) Indonesia dan Singapura serta penempatan personil di Singapore ATC Centre.
4) Indonesia memiliki kendali pada delegasi layanan melalui evaluasi operasional.
5) Peningkatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) berupa pungutan jasa pelayanan navigasi penerbangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari FIR seluas 249.575 km2 dengan ketinggian 0 sampai dengan tidak terbatas yang menjadi bagian dari FIR Jakarta, dengan MOU ini maka area sekitar 29% di bawah ketinggian 37 ribu kaki, didelegasikan kepada Singapura yakni area yang berada di sekitar bandara Changi karena pertimbangan keselamatan penerbangan (menghindari fragmentasi/segmentasi pelayanan).
Indonesia juga menempatkan petugas di Singapore ATC Centre dalam mendukung teknis operational (pengaturan inbound/outbound flow traffic dan efisiensi pergerakan), serta kepatuhan standar internasional.
Di dalam 29% area yang didelegasikan tersebut, terdapat wilayah yang tetap dilayani oleh AirNav Indonesia untuk keperluan penerbangan seperti di Bandara Batam, Tanjung Pinang, dan lainnya.
"Hal ini sudah sesuai dengan pasal 263 UU nomer 1 Tahun 2009, dan ANNEX 11 article 2.1.1 konvensi Chicago 1944 serta resolusi ICAO Assembly ke 40," disampaikan oleh Novie Riyanto.
"Kelanjutan dari MOU FIR ini membutuhkan dukungan dari semua pihak. Oleh karenanya pemerintah sangat terbuka terhadap masukan dan saran yang konstruktif. Pemerintah berkepentingan untuk menjaga aspek keselamatan penerbangan dan kepatuhan terhadap standar internasional yang selama ini selalu menjadi prioritas utama dan telah terbukti berhasil membawa Indonesia lepas dari daftar hitam penerbangan di Uni Eropa dan Amerika," tegas Budi Karya.
(fdl/fdl)