Hasil produksi petani tersebut masih akan dipilah untuk memisahkan kedelai berukuran besar, sedang, dan kecil. Pemilahan tersebut bisa memakan hingga 15% hasil produksi. Tujuan pemilahan tersebut karena hanya kedelai berukuran besar saja yang bisa diterima pasar.
Pada tahun ini dirinya tengah menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertanian, Direktorat Akabi (Aneka Kacang dan Umbi) untuk program budi daya kedelai mandiri dengan sistem TOT seluas 25 ribu hektare di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
"Insyaallah bulan April nanti kami akan melakukan penanaman perdana. Di bawah pengawasan saya dan tim, budi daya kedelai mandiri ini ditargetkan mencapai 1,8 ton per hektarenya," terang Ayep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk keberhasilan budi daya kedelai, tambah Ayep, instrumen pemerintah sebagai pemegang regulasi sesungguhnya sudah mendukung.
"Jika perbankan diminta untuk memilih pembiayaan budidaya kedelai mandiri dengan membiayai Usaha Kecil Menengah (UKM) di bidang lainnya, perbankan tentu akan lebih memilih UKM tersebut. Nah, ini memang perlu sinergitas antara bank selaku regulator pembiayaan. Karena mau tidak mau bank memang harus terlibat dalam hal ini," papar Ayep Zaki.
Ayep juga menegaskan, budi daya kedelai mandiri ini harus direspons positif. Karena menurutnya, budi daya kedelai mandiri adalah jalan keluar urusan kedelai nasional.
"Indonesia melalui Balai Benih Kementerian Pertanian, sudah bisa membuat varietas unggul baru (vub) bibit kedelai sampai 3,5 ton per hektare, berupa biosoy 2 dengan teknologi pupuk batu bara. Tapi kita harus memulai dengan sistem TOT karena sistem TOT adalah cara yang paling efektif dalam budi daya kedelai," pungkas Ayep.
(ara/ara)