Meski konflik antara Rusia-Ukraina terjadi di ribuan mil dari kota Amerika Serikat (AS). Namun jutaan keluarga AS akan merasakan risiko ekonomi dari konflik besar-besaran antara Rusia dan Ukraina.
Ini bisa terjadi karena ekonomi dunia dan pasar keuangan saling berhubungan, contohnya seperti pandemi Covid. Apalagi peristiwa besar seperti itu sudah jelas bisa memicu gelombang kejutan dari segi ekonomi di negara AS.
Konflik ini juga memungkinkan adanya kenaikan biaya hidup yang sebelumnya juga sudah tinggi di AS, mengguncang investasi dan bahkan bisa memperlambat pemulihan ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rata-rata rumah tangga Amerika akan menanggung beban invasi Vladimir Putin ke Ukraina," kata Kepala Ekonom, RSM Joe Brusuelas.
Dikutip dari CNN, Kamis (17/02/2022) berikut 6 hal yang akan mengganggu perekonomian AS karena konflik Rusia-Ukraina:
1. Produksi Minyak Yang Kian Sulit
Dalam beberapa pekan terakhir, harga minyak telah melonjak setelah invasi ke Ukraina yang dapat menggagalkan pasokan energi Rusia.
Pasokan yang sedikit, semakin sulit memenuhi permintaan para investor. Sehingga mereka sangat waspada agar tidak terjadi kekurangan pasokan lebih lanjut dari berbagai cara.
JPMorgan memperingatkan bahwa jika ada aliran minyak Rusia yang terganggu, harga minyak bisa "dengan mudah" melonjak ke US$ 120 atau Rp 1,7 juta per barel.
Jika ekspor minyak Rusia berkurang setengahnya, minyak mentah juga akan melonjak menjadi US$ 150 atau Rp 2,1 juta per barel.
2. Sejarah Inflasi Baru
Inflasi adalah masalah terbesar yang akan dihadapi ekonomi AS, terlebih lagi adanya konflik Rusia-Ukraina yang akan memperburuk.
Bahkan jika harga minyak hanya naik menjadi US$ 110 atau Rp 1,5 juga per barel, jika dalam eskalasi ketegangan, tingkat inflasi tahun-ke-tahun akan naik di atas 10%.
Menurut analisis dari RSM yang dibagikan kepada CNN. Inflasi itu sudah naik 7,5% saat ini. Padahal, inflasi si Amerika belum pernah naik menjadi 10% sejak 1981.
3. Terjadi Turbulensi di Pasar
Tanda-tanda kenaikan yang terjadi telah menakuti pasar, penurunan pendapatan yang berkepanjangan akan membuat tabungan para keluarga di pasar musnah dalam sekejap.
Ketidakstabilan pasar juga dapat merusak kepercayaan antara para konsumen dan pebisnis.
Lanjut di halaman berikutnya.
4. Pertumbuhan Ekonomi Jadi Lebih Lambat
Konflik antara Rusia-Ukraina juga mengancam pertumbuhan ekonomi AS.
Analisis RSM mengemukakan bahwa lonjakan harga minyak ke US$ 110 atau Rp 1,5 juta per barel akan mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) AS sebesar 1%.
Memang dampak terhadap inflasi yang akan terjadi tidak terlalu dramatis. Namun inflasi ini sangat signifikan, mengingat ekonomi AS belum sepenuhnya pulih semua selama Covid-19 masih ada.
5. Biaya Pinjaman Semakin Tinggi
Jika nantinya inflasi melonjak di atas 10%, Federal Reserve akan berada di bawah tekanan untuk berusaha sekeras mungkin demi mengendalikan harga.
Secara tidak langsung, laju kenaikan suku bunga akan semakin cepat demi mengontrol inflasi yang terjadi.
Kenaikan suku bunga yang akan datang dari The Fed yaitu meningkatkan biaya pinjaman bagi konsumen dalam segala hal mulai dari hipotek dan pinjaman mobil hingga kartu kredit.
6. Serangan Siber Kian Marak
Presiden AS Joe Biden Selasa memperingatkan potensi Rusia yang bisa menyerang dalam konflik melalui dunia maya.
"Jika Rusia menyerang Amerika Serikat atau sekutu melalui cara asimetris, seperti serangan siber yang mengganggu terhadap perusahaan kami atau infrastruktur penting, kami siap untuk merespons," kata Biden.
Peretasan Colonial Pipeline tahun lalu menunjukkan betapa mengganggunya serangan siber di dunia nyata. Intrusi dunia maya menutup salah satu saluran pipa terpenting di Amerika, memicu kepanikan yang membuat banyak pompa bensin di Tenggara kosong.
Serangan siber hanyalah salah satu contoh bagaimana situasi Rusia-Ukraina dapat meluas ke kehidupan sehari-hari.
(das/das)