Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap aset kripto semakin tegas. Menyadari bahaya dari aset digital ini, OJK melarang semua lembaga jasa keuangan memfasilitasi aset crypto. Dengan kebijakan itu maka semua bank, asuransi, hingga multifinance yang berada dalam pengawasan OJK tidak boleh menggunakan, memasarkan dan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto.
Kebijakan OJK ternyata tidak mendapatkan dukungan dari Lembaga Pemerintah lainnya, yaitu Kementerian Perdagangan dan Badan Pengawas Pedagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Wakil Menteri Perdangan, Jerry Sambuaga, sebagaimana dikutip oleh berbagai media menyebutkan bahwa aset kripto bisa memberikan manfaat yang besar. Lebih lanjut ia meminta agar OJK fokus saja membereskan pinjaman online illegal ketimbang melarang aset kripto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wamen Jerry Sambuaga, OJK dan Kementerian Perdagangan punya ranah masing-masing. Kripto yang diperlakukan sebagai aset di Indonesia adalah ranah Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan. Bukan ranah OJK. Oleh karena itu OJK hendaknya tidak ikut mengatur investasi di aset kripto.
Perbedaan pandangan dan kebijakan kedua Lembaga Pemerintah ini tentunya sangat disayangkan. Seharusnya keduanya saling menguatkan memberikan kejelasan kepada masyarakat khususnya investor terkait investasi pada aset kripto. Apa manfaat aset kripto dan utamanya lagi apa bahayanya. Risiko apa saja yang dihadapi oleh masyarakat ketika berinvestasi pada aset kripto.
OJK sama sekali tidak melanggar batas, apalagi memasuki ranahnya Kemendag dan Bappebti. OJK melaksanakan salah satu tugas pokoknya melindungi nasabah Lembaga Jasa Keuangan. Sesuai UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan, pasal 4, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Kebijakan OJK yang tegas melarang seluruh lembaga jasa keuangan menggunakan, memasarkan dan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto, semata untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dari bahaya aset kripto.
Investasi pada aset kripto memang selintas memberikan janji keuntungan yang sangat besar. Pergerakan harga aset kripto sangat lebar dan membuka peluang keuntungan yang sangat besar. Misalnya saja, ada aset kripto yang harganya naik ratusan persen hanya dalam hitungan bulan. Itu artinya investasi satu juta rupiah saja bisa menghasilkan keuntungan ratusan juta rupiah.
Tapi sesungguhnya dibalik potensi keuntungan yang luar biasa besar itu tersimpan risiko yang juga sangat besar. Sama dengan kenaikan harganya, penurunan harga Aset kripto juga sangat lebar, hingga puluhan persen. Investasi ratusan juta juga bisa hilang dalam sekejap.
Bahaya Aset Kripto
Masyarakat yang ingin berinvestasi pada aset kripto seharusnya memahami terlebih dahulu secara mendalam, apa sebenarnya aset kripto. Jangan hanya melihat potensi keuntungan. Tetapi utamanya lagi pahami sedalam-dalamnya risiko dan bahayanya.
Aset kripto yang pertama kali diciptakan adalah Bitcoin, dengan tujuan menjadi uang (currency) yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran. Uang kripto Bitcoin kemudian dengan cepat diikuti oleh penciptaan uang kripto lainnya. Saat ini terdapat ratusan uang kripto, dimana yang paling popular dan paling mahal adalah Bitcoin. Aset kripto sendiri kemudian terus berkembang seiring kemajuan teknologi digital.
Penciptaan uang kripto Bitcoin berbeda dengan penciptaan uang yang selama ini kita kenal, yang dicetak dan diedarkan secara sentralistik oleh sebuah bank sentral. Rupiah misalnya, dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Pencetakan uang Rupiah memang dilakukan oleh Peruri, tetapi atas dasar perintah Bank Indonesia.
Karena dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang, maka yang bertanggung jawab menjaga nilai Rupiah adalah Bank Indonesia. Dalam upaya menjaga nilai Rupiah tersebut Bank Indonesia melakukan berbagai kebijakan moneter yang utamanya ditujukan menyesuaikan jumlah uang Rupiah yang beredar dengan kebutuhan uang dari perekonomian.
Bank Indonesia akan selalu berupaya agar jumlah uang beredar tidak terlalu besar di atas yang dibutuhkan oleh perekonomian sehingga nilai Rupiah jatuh dan merugikan masyarakat. Bank Indonesia juga menjaga agar tidak terjadi pemalsuan uang Rupiah. Tugas menjaga nilai mata uang ini adalah tugas pokok bank sentral di semua negara. Dengan demikian maka uang mendapatkan kepercayaan. Dengan kata lain uang yang diciptakan dan diedarkan bank sentral memiliki "underlying value".
Berbeda dengan uang nya bank sentral, uang kripto diciptakan secara terdesentralisasi. Artinya uang kripto tidak diciptakan oleh sebuah lembaga tertentu, tetapi oleh para pihak yang tergabung dalam teknologi blockchain, yang kemudian disebut sebagai penambangan atau "mining". Penciptaan uang kripto dengan demikian melibatkan para penambang yang jumlahnya terus bertambah.
Beberapa uang kripto penciptaannya dibatasi. Bitcoin, misalnya dibatasi hanya akan diciptakan sebanyak 21 juta keeping. Sementara saat ini Bitcoin yang sudah berhasil ditambang oleh masyarakat global sudah mendekati 207 juta keping. Sebagian uang kripto yang lainnya, penciptaannya tidak dibatasi baik secara jumlah maupun nilai. Termasuk diantaranya adalah Dogecoin.
Perbedaan uang kripto dan uang bank sentral terutama pada pembentukan nilai. Nilai uang bank sentral dibentuk oleh supply dan demand yang secara terencana dikelola oleh bank sentral. Sementara nilai uang kripto tercipta berdasarkan supply dan demand tanpa perencanaan oleh satu pihak manapun. Supply ditentukan oleh aktivitas penambangan sementara demand lebih ditentukan oleh pasar.
Ketika supply uang kripto terbatas, maka setiap kenaikan demand yang umumnya dipicu oleh perilaku spekulatif akan menyebabkan kenaikan nilai uang kripto. Sebaliknya ketika demand turun, misalnya dipicu oleh ekspektasi negative pasar, maka nilai uang kripto juga akan menurun.
Dinamika pembentukan nilai uang kripto ini menyiratkan bahwa nilai uang kripto akan senantiasa berfluktuasi. Uang kripto yang saat ini nilainya sangat tinggi, kapan saja bisa jatuh hingga tak lagi bernilai. Sementara ketika itu terjadi, tidak ada bank sentral atau pihak manapun yang akan bertanggung jawab. Masyarakat yang kehilangan nilai uangnya tidak bisa mengadu kepada siapapun.
Inilah yang dikhawatirkan oleh OJK sehingga bersikap tegas melarang seluruh Lembaga Jasa Keuangan untuk memfasilitasi aset kripto. OJK berupaya melindungi konsumen atau nasabah Lembaga jasa keuangan agar tidak mengalami kerugian yang besar ketika aset kripto kehilangan nilainya. Kewaspadaan OJK selayaknya kita hargai.
Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia
(eds/eds)