Sri Mulyani Sebut Butuh Rp 3.461 Triliun buat Perangi Perubahan Iklim

Sri Mulyani Sebut Butuh Rp 3.461 Triliun buat Perangi Perubahan Iklim

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 22 Feb 2022 14:11 WIB
Birds fly over a man taking photos of the exposed riverbed of the Old Parana River, a tributary of the Parana River during a drought in Rosario, Argentina, Thursday, July 29, 2021. (AP Photo/Victor Caivano)
Foto: AP/Victor Caivano
Jakarta -

Pandemi COVID-19 masih terjadi hingga saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan memang pandemi ini memang sangat mempengaruhi kondisi perekonomian.

Tapi selain itu, pandemi juga berdampak baik untuk kondisi kiklim dunia. Hal ini karena terbatasnya aktivitas masyarakat. "Aktivitas masyarakat di seluruh dunia yang mengalami penurunan, maka dampaknya ke perubahan iklim yaitu turunnya emisi CO2 secara global 6,4% pada tahun 2020," kata dia dalam seminar, Selasa (22/2/2022).

Sri Mulyani mengungkapkan, karena itu dunia diharapkan bisa tetap menjalankan kegiatan perekonomian terutama untuk negara berkembang agar bisa menjalankan program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Negara-negara juga diminta untuk menghindari catatstrophic consequence dari perubahan iklim ini. Dia menjelaskan dari hitungan Second Biennal Update Report 2018 yang menghitung kebutuhan dana untuk Indonesia untuk penurunan CO2 dibutuhkan anggaran Rp 3.461 triliun hingga 2030.

"Kebutuhan anggaran untuk menurunkan CO2 adalah Rp 3.461 triliun hingga 2030. Ini adalah angka yang signifikan, APBN tadi di dalam fiskal framework mencoba memerankan dalam mendukung langkah penurunan karbon," jelas dia.

ADVERTISEMENT

Karena itu pemerintah dari sisi penerimaan atau perpajakan memberikan insentif untuk dunia usaha yang mau menanamkan modal untuk perekonomian yang ramah lingkungan. Seperti tax holiday, tax allowance dan pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan yang ditanggung pemerintah.

Selain itu ada juga Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang jadi instrumen untuk memperkenalkan pajak karbon untuk mendorong pelaku ekonomi utama dari sektor swasta untuk memasukkan atau menginternalisasikan dalam bentuk emisi karbon.

"Indonesia akan mampu terus menjalankan kegiatan ekonominya namun dengan kesadaran makin tinggi dan makin penuh melakukan langkah untuk mengurangi dampak atau potensi krisis dari perubahan iklim," jelas dia.

(kil/dna)

Hide Ads