Merespons masalah ini, Ombudsman Republik Indonesia menyarankan pemerintah membentuk cadangan nasional untuk minyak goreng. Menurut Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika polemik minyak goreng terjadi karena pemerintah terlalu memberikan kesempatan kepada pasar untuk mengambil alih tata kelola bahan pokok.
Dia mengatakan minyak goreng juga harus sama seperti beras yang stoknya bisa dikelola dan dimiliki negara. Pasalnya, minyak goreng juga masuk dalam bahan pokok bagi masyarakat.
"Kalau semua dilepaskan ke pasar ya ini salah satunya, kedelai langka, gula juga langka dan mahal. Inilah ekses-ekses kita terlalu bergantung pada pasar dan impor. Lesson learned-nya adalah negara harus memiliki cadangan, cadangan barang pokok yang dikelola negara," ungkap Yeka dalam diskus virtual, Selasa (22/2/2022).
"Kalau hari ini cuma beras yang dikelola, dengan masalah ini seharusnya sudah memikirkan hal lain untuk dikelola negara, minyak goreng salah satunya," katanya.
Dia mencontohkan hal ini bisa saja dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara alias PTPN sebagai perusahaan pelat merah. Meskipun PTPN produksi kelapa sawitnya tak seberapa, namun dalam keadaan kelangkaan seperti ini harusnya produksi CPO PTPN bisa dialihkan menjadi minyak goreng.
"Misalnya kita miliki PTPN, meski tak sebesar swasta produksinya, tapi dalam keadaan begini, produksi CPO PTPN seharusnya di-switch ke minyak goreng semua," ungkap Yeka.
Yeka meminta pemerintah mengembangkan hilirisasi PTPN untuk menjadi penyuplai kebutuhan minyak goreng yang terjangkau bagi masyarakat luas.
"Jadi bagaimana PTPN dikembangkan hilirisasi dan jadi penyuplai kebutuhan minyak goreng yang terjangkau bagi masyarakat," ujar Yeka. (hal/eds)