2. Penyusupan Stok ke Pasar
Temuan kedua adalah adanya penyusupan stok minyak goreng ke pasar tradisional. Ombudsman melihat ada kecenderungan banyak pedagang pasar justru membeli minyak goreng bukan dari distributor atau agen, justru dari toko ritel.
Pasalnya, stok dari toko ritel selalu tersedia dan harganya tetap Rp 14.000. Setelah mendapatkan stok minyak goreng, pedagang menjualnya lagi langsung ke pasar tradisional dengan harga lebih tinggi dari HET.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak pedagang di pasar, ternyata langsung membeli dari ritel modern. Kemudian dijual lagi oleh dia di pasar dengan harga tinggi," ungkap perwakilan Ombudsman Jawa Barat, Fitry Agustine.
Dalam temuan Ombudsman hal ini terpantau terjadi di Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.
3. Pembelian Minyak Goreng Bundling
Penyimpangan berikutnya adalah terjadi syarat pembelian alias bundling minyak goreng. Masyarakat diminta untuk membeli minyak goreng dengan syarat membeli barang lain dari toko tersebut.
Hal ini terjadi di banyak provinsi, dari pantauan Ombudsman hal ini terjadi di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Maluku Utara.
"Jadi kami juga menemukan ada persyaratan khusus untuk beli minyak goreng murah. Dia harus dengan pembelian paket barang yang lain," ungkap Budhi Masturi perwakilan dari Ombudsman Jawa Tengah.
Syarat macam ini ada juga yang berupa bentuk membership, masyarakat dipaksa untuk menjadi member sebuah toko baru bisa membeli minyak goreng murah.
Hal ini terjadi di Jawa Timur, perwakilan Ombudsman Jawa Timur Achmad Azmi mengatakan pihaknya menemukan ada toko yang mewajibkan membership kepada pelanggannya untuk bisa membeli minyak goreng.
"Kami temukan ada yang harus jadi member, bila sudah jadi member baru bisa beli. Jadi dia misalnya member yang merah bisa maksimal beli 1 liter, kemudian member yang lebih tinggi bisa beli 4 liter," papar Achmad Azmi.
(hal/ara)