Attitude Influencer, Say No To Bohong!

Attitude Influencer, Say No To Bohong!

Brillyan Vandy Yansa - detikFinance
Jumat, 04 Mar 2022 07:04 WIB
Jakarta -

Menjadi seorang content creator adalah perkara memvisualkan ide kemudian mengunggah ke media sosial. Namun, tidak sesederhana itu bila ingin menjadi seorang influencer.

Janes CS seorang Beauty Influencer menjelaskan, untuk menjaga kredibilitas, seorang influencer perlu memperhatikan perilakunya baik di dalam maupun di luar konten itu sendiri.

"Pertama, lo harus mulai dulu bikin konten, kemudian harus konsisten. Kedua, If you think you can not represent the brand, say no! Jangan bohong. Berbohong itu sesuatu yang nggak boleh dilakukan. Kemudian, jangan over reacting. Jangan over promising, kayak '3 hari pakai langsung putih kulitnya," kata Janes dalam program d'Mentor Kamis, 3 Maret 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membahas kolaborasi antara influencer dengan brand, ada dua jenis target yang perlu dikejar yaitu target bisnis dan komunikasi. Marsha Imaniara, General Manager Maverick Indonesia Strategic Communications Consultancy menjelaskan, tiga hal utama yang perlu diraih dalam target komunikasi.

"Yang pertama itu awareness. Jadi kalau kita ada produk baru, ada promo, kita pengen temen-temen influencer atau content creator itu bantu infokan ke audiences mereka. Kedua attitude atau pandangan mereka terhadap suatu topik atau produk, apakah mereka favourable atau enggak, prefer (produk itu) atau enggak, begitu. Atau mengubah persepsi itu juga masuk ke dalam attitude," terang Marsha.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Marsha menjelaskan bahwa target yang ketiga merupakan yang tersulit dibandingkan yang lainnya.

"Yang paling sulit adalah mengubah behavior. Jadi misalnya dari yang nggak beli produk itu, sekarang jadi beli terus lama-lama jadi langganan. Part of their lifestyle atau habbit," imbuh Marsha.

Lebih lanjut, Marsha menjelaskan keberhasilan influencer dapat dilihat dari target awal yang dituju saat bekerja sama dengan influencer tersebut.

"kita tu harus lihatnya outcome based communications. Dan outcome itu directly correlated dengan objective atau tujuannya apa. Kalau (misalnya) naikin awareness, kita lihat bisa dari output atau outtake aja gitu. Apa yang paling pertama keliatan kasat mata, misalnya jumlah likes, jumlah comment, commentnya positif atau negatif sampai akhirnya mengarah ke outcomes yang benar-benar hasil nyata dari objective yang mau kita ambil," jelas Marsha.

Namun bagi Janes, keberhasilannya dalam membantu brand hanya dapat diukur dengan satu faktor saja yaitu ada atau tidaknya kerja sama lagi di kemudian hari.

"Repeat order ya istilahnya. Cuma ada 2 hal yang terjadi, pertama barangnya laku keras, videonya viral, any e-commerce sold out nah itu pasti repeat order. Tapi yang kedua, surprisingly ada brand yang repeat order karena gue itu cocok banget sama brand yang mereka punya," tutup Janes.

(vys/fuf)

Hide Ads