Pengusaha Keberatan Aturan DMO Sawit 30%, Fakta Ini Diungkap

Pengusaha Keberatan Aturan DMO Sawit 30%, Fakta Ini Diungkap

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Sabtu, 12 Mar 2022 09:30 WIB
harga kelapa sawit  di mesuji mulai naik Rp.1300/kg di awal tahun 2016 dari tahun sebelumnya Rp1100/kg. (2-9-2016) Mesuji,sumatera selatan.
Kenaikan harga ini terjadi karena produksi CPO menurun.Selain akibat cuaca, tahun ini kebun kelapa sawit banyak memasuki umur replanting
Ilustrasi/Foto: Febri Angga Palguna
Jakarta -

Pemerintah membuat kebijakan wajib pasok kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dinaikkan menjadi 30%. Artinya ada kenaikan 10% dari sebelumnya 20% volume ekspor.

Keputusan itu membuat geram Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). GIMNI keberatan dengan kenaikan DMO. Pasalnya, pemerintah sudah mengklaim berhasil mengumpulkan 415 juta liter minyak goreng dari kebijakan DMO sebelumnya.

Sedangkan di Indonesia sendiri, masyarakatnya hanya membutuhkan 330 juta liter minyak goreng. "Kami terus terang, kami tidak setuju dengan DMO 30% ini memojokkan industri persawitan," ujar Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, dalam diskusi virtual, Jumat (11/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan itu akan mempersulit eksportir, bahkan bisa membuat ekspor macet. Sahat menyampaikan dengan perlakuan ini seolah-olah eksportir itu warga negara kelas nomor lima. Padahal mereka turut menyumbang devisa dan membayar pajak.

"Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan devisa, membayar pajak, dan lain-lain," tambah Sahat.

ADVERTISEMENT

Ada kebijakan pemerintah lainnya yang dikritik. Cek halaman berikutnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Sumi Asih, Alexius Darmadi mengatakan ada dua kebijakan lainnya terkait minyak goreng, yaitu domestik price obligation (DPO) dan harga eceran tertinggi (HET) dapat membuat adanya aktivitas pasar gelap atau black market.

Kebijakan itu, menurut Alexius, memicu perbedaan yang signifikan antara harga yang ditetapkan pemerintah dengan yang ada di lapangan.

"Apabila ada dua harga yang berbeda pasti ada black market. Ini sebetulnya kan semua orang juga sudah tahu bahwa ada pedagang dadakan. Ini ada gap di pasar sendiri," ujarnya.

Alexius mengaku bingung minyak goreng yang katanya sudah digelontorkan pemerintah dan pengusaha sawit nyatanya kosong di pasaran.

"Di mana pun juga, di seluruh dunia, apabila ada dua harga yang berbeda itu sudah pasti, apalagi di negara berkembang maka terjadilah black market," tambahnya.

Selain itu, kebijakan DMO, DPO, dan HET nilainya membuat kericuhan di tengah masyarakat antara Satgas Pangan dengan produsen minyak goreng yang tidak melakukan ekspor.

"Tetapi apa Satgas itu tau, bukan meremehkan, tapi sosialisasinya kan butuh waktu. Ini jadi simpul kericuhan ini semua," pungkas Alexius.

Halaman 2 dari 2
(ara/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads