Dulu Diburu Harga Selangit, Bisnis PCR-Antigen Kini Terancam Mati

Dulu Diburu Harga Selangit, Bisnis PCR-Antigen Kini Terancam Mati

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 15 Mar 2022 07:00 WIB
Naiknya kasus COVID-19 akhir-akhir ini berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah tes swab antigen maupun PCR. Masyarakat ramai-ramai untuk dites swab.
Ilustrasi/Foto: Amdhika Prasetia/detikcom
Jakarta -

Pemerintah mulai melonggarkan syarat perjalanan jarak jauh menggunakan transportasi umum. Tes PCR atau antigen yang dulu menjadi syarat mutlak, kini tak lagi diperlukan asalkan sudah divaksinasi COVID-19 lengkap dan booster. Kebijakan tersebut diperkirakan bakal memukul bisnis penyedia layanan tes PCR dan antigen.

1. Tarif PCR Pernah Tembus Jutaan

Harga tes PCR awalnya sangat mahal, dibanderol jutaan rupiah. Pemerintah kemudian memberlakukan kebijakan tarif batas atas tes PCR, di mana Kemenkes menetapkan batas tarif tertinggi sebesar Rp 900 ribu pada 2020.

Seiring berjalannya waktu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar biaya tes PCR diturunkan di kisaran Rp 450-550 ribu. Instruksi Jokowi ditindaklanjuti Kemenkes. Tarif batas tertinggi PCR untuk Jawa-Bali kemudian dipatok Rp 495 ribu. Sementara, untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp 525 ribu pada Agustus 2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terakhir tes PCR turun menjadi Rp 275 ribu untuk daerah Jawa-Bali dan Rp 300 ribu untuk luar Jawa-Bali.

2. Bisnis PCR dan Antigen Terancam Mati

Kebijakan pemerintah melonggarkan syarat perjalanan yang tak lagi wajib tes PCR atau antigen diperkirakan akan membuat bisnis tersebut gulung tikar.

ADVERTISEMENT

"Ya pasti akan drop ya kalau nggak diwajibkan. Mereka kan (selama ini) dapat uangnya karena rente ekonomi diwajibkan (PCR atau antigen) ini. (Ketika tidak diwajibkan) pasti drop (bisnisnya). Nanti pasti akan banyak yang tutup dan akan terjadi mungkin terjadi seleksi alami, lalu mungkin beberapa yang tinggal sedikit lah ya," kata Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan kepada detikcom, Senin (14/3/2022).

Kemungkinan, lanjut dia nantinya PCR atau antigen tidak lagi menjadi bisnis yang berdiri sendiri. Klinik dan semacamnya lah yang akan bertahan menyediakan jasa tes PCR dan antigen sebagai salah satu jenis pelayanan yang tersedia.

"Iya, itu bisnis sesaat lah ya, bukan dijadikan bisnis terus-terusan gitu," sebutnya.

Lihat juga video 'Respons Kebijakan Pemerintah, Epidemiolog Singgung Soal Pentingnya Tes Covid':

[Gambas:Video 20detik]



Konsumen bakal terbatas. Berlanjut ke halaman berikutnya.

3. Konsumennya Tetap Ada Tapi Terbatas

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kebutuhan terhadap layanan tes PCR dan antigen tidak akan lenyap begitu saja walaupun prospeknya akan menurun.

Rendy menilai konsumen tes PCR dan antigen bukan hanya berasal dari orang-orang yang ingin berpergian sebagai pemenuhan syarat perjalanan. Ada juga masyarakat yang memiliki kesadaran untuk menggunakan layanan tersebut, entah ketika merasa tidak enak badan atau memastikan tidak membawa virus ketika menemui orang-orang yang rentan.

"Apalagi ini kan kita meskipun sedang melandai (penularan COVID-19) tapi melandai, itu kan bukan berarti turun, artinya masih bertambah tetapi tingkat penambahannya itu relatif sudah lebih kecil dibandingkan misalnya puncak misalnya di pertengahan Februari kemarin. Artinya kasusnya itu masih bertambah. Jadi menurut saya atas dasar itu pula bahwa orang akan kemudian dengan sukarela akan menggunakan jasa PCR atau antigen," tambahnya.


Hide Ads