Pemerintah telah membuat kebijakan baru soal minyak goreng. Kali ini harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dicabut dan harga dilepas ke skema mekanisme pasar.
Hasilnya, harga minyak goreng kemasan sendiri menjadi makan mahal, meski memang pasokannya lebih lancar sampai ke konsumen. Misalnya saja, minyak goreng kemasan premium yang tadinya memiliki HET Rp 14.000 per liter, kini harganya sudah mencapai Rp 24.000-an per liter.
Di sisi lain, HET tetap diberikan pemerintah untuk minyak goreng jenis curah. Besarannya pun naik, tadinya Rp 11.500 per liter, kini HET menjadi Rp 14.000 per liter.
Kebijakan pemerintah yang akhirnya melepas harga minyak goreng ke mekanisme pasar ini mendapat kritik keras. Seperti apa?
1. Pemerintah Bertekuk Lutut pada Pasar
Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi kondisi ini menunjukkan pemerintah telah menyerah ke mekanisme pasar setelah masyarakat dibuat bagaikan menjadi kelinci percobaan.
Dia menyatakan pemerintah bagaikan bertekuk lutut pada mekanisme pasar dalam rangka memasok kebutuhan pokok minyak goreng ke masyarakat.
"Pemerintah seperti bertekuk lutut dalam memasok minyak goreng ke konsumen. Kami melihat masyarakat ini seperti kelinci percobaan, pemerintah coba kebijakan a, b, c, dan akhirnya gagal. Klimaksnya akhirnya pemerintah gagal dan menyerah pada market mechanism," ungkap Tulus dalam sebuah diskusi virtual bersama MIPI, Sabtu (19/3/2022).
Ketika aturan HET dilepas, bahkan aturan kewajiban DMO dan DPO di tingkat produsen juga dilepas, baru lah minyak goreng membanjiri pasar.
"HET dilepas, DMO dan DPO juga dilepas. Akhirnya, kemudian harga minyak goreng dilepas ke pasar dan baru banjiri kita setelah langka. Tapi harganya jadi mahal," ujar Tulus.
2. Presiden Belum Turun Tangan
Tulus pun heran mengapa sampai saat ini setelah gonjang ganjing besar di tengah masyarakat, Presiden Joko Widodo nampak diam saja. Menurutnya, Presiden tidak banyak turun tangan dan mengambil langkah signifikan ke masalah minyak goreng.
Menurutnya, masalah minyak goreng di Indonesia sudah masuk ke ranah kartel. Maka dari itu seharusnya Presiden mengambil langkah strategis.
"Ini juga aneh kalau gonjang ganjing begini Pak Presiden biasanya turun tangan, tapi saya lihat Presiden belum turun tangan, belum bicara signifikan soal fenomena ini. Kalau sudah bicara kartel dan mafia ini levelnya harusnya Presiden memang," papar Tulus.
"Tapi dalam hal ini Presiden seolah-olah jadikan Mendag bemper," ucapnya.
Tulus bilang, ada 3 komoditas yang tidak bisa disentuh pemerintah. Kelapa sawit yang jadi bahan baku minyak goreng masuk ke salah satunya, dua lainnya adalah tembakau dan batu bara. Hal itu karena di lingkaran bisnis ini terdapat banyak pengusaha kuat yang juga memiliki koneksi ke pemerintahan.
Dia pun curiga apakah Presiden Jokowi mencoba melindungi mereka, pasalnya sejauh ini Presiden bagaikan diam saja.
"Komoditas ini libatkan oligarki kuat di Parpol, eksekutif, legislatif. Kenapa Presiden diam? Jadi tanda tanya besar juga," ungkap Tulus.
Simak Video "Harga Minyak Goreng di Minimarket Kembali Mahal, Stoknya Masih Langka"
(hal/zlf)