Lutfi menambahkan kekurangan minyak goreng ini bukan saja terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain.
"Kekurangan minyak goreng ini bukan hanya di Indonesia, tapi kita sudah lihat di Jerman, kita sudah lihay di Belanda, Turki, karena Rusia dan Ukraina adalah penghasil lebih dari 60 persen minyak bunga matahari. Ketika mereka tidak menghasilkan ini akan berpengaruh ke Eropa," tutur Lutfi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, dikutip Facebook DPD RI, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai mengatakan kebijakan satu harga untuk minyak goreng Rp14.000 per liter sebagai upaya untuk menstabilkan harga dan ketersediaan di pasar, namun justru membuat minyak goreng di pasaran semakin langka. Termasuk ketika Harga Eceran Tertinggi (HET) ditetapkan pemerintah, keberadaan minyak goreng di pasaran justru semakin menghilang.
"Jangan terasa kebijakan yang ada ini seakan-akan memberikan harapan seperti angin surga, tetapi justru yang terasa neraka dalam implementasinya," kata Yorrys
Dalam rapat tersebut, Senator dari DKI Jakarta Fahira Idris menyatakan pemerintah tidak mampu mengendalikan ketersediaan minyak goreng di masyarakat. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, tidak mampu mengatasi persoalan minyak goreng, baik dari sisi ketersediaan ataupun pengendalian harga.
"Pemerintah saat ini seperti tidak berdaya, harus ada kebijakan revolusioner agar persoalan minyak goreng dapat selesai sebelum Ramadan. Kemendag harus menyusun peta jalan stabilitas ketersediaan minyak goreng agar kedepan tidak terjadi lagi," tegasnya.
(hns/hns)