Presiden Joko Widodo jengkel karena masih banyak lembaga pemerintahan melakukan impor pada pengadaan barang dan jasa. Dia mengaku jengkel anggaran belanja besar justru dibelikan produk impor.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan masalah seperti ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Bahkan biang keroknya pun tetap sama dan tak kunjung ada perbaikan.
Bhima menjelaskan masalahnya adalah standardisasi pengadaan barang yang lebih pro terhadap produk impor. Ujungnya, produk lokal terpinggirkan karena kualitas produknya tak sesuai dengan standardisasi yang ada.
"Dari dulu masalahnya sama dan tidak ada perbaikan yang signifikan soal pengadaan barang dan jasa. Mulai dari standarisasi barang lebih pro terhadap produk impor. Alasannya klasik, produsen lokal apalagi UMKM dianggap tidak memiliki kualitas yang sesuai kriteria," ungkap Bhima kepada detikcom, Minggu (27/3/2022).
Menurutnya, pemerintah saat ini seharusnya memberikan lebih banyak pendampingan dan bantuan kepada pelaku usaha lokal untuk memenuhi standardisasi yang dibuat.
Termasuk juga Presiden Jokowi, daripada mengulang kemarahannya di tahun 2019 lebih baik menginstruksikan jajarannya untuk membuat standardisasi lebih mudah bagi produk lokal.
"Pak presiden sepertinya hanya mengulang masalah yang lama. Tahun 2019 juga bicara soal cangkul impor," ujar Bhima.
Dia juga menyoroti soal peraturan mengenai serapan produk UMKM yang tak berjalan dengan semestinya. Bhima memaparkan dalam data yang diperolehnya dari LKPP, porsi nilai transaksi UMKM dalam pengadaan Rencana Umum Pengadaan tahun 2021 sangat kecil, bahkan hanya 33,6% dari seluruh total anggaran.
Di sisi lain, pengembangan produk yang masuk E-Katalog LKPP hanya sebesar 46.903 pada tahun 2021 dari target 70.000 produk.
"Peraturan soal penerapan minimum produk UMKM dalam pengadaan barang kan ada, tapi tidak berjalan dengan baik," kata Bhima.
Simak Video 'Pernyataan-pernyataan Jokowi yang Jengkel Gegara Apa-apa Impor!':
(hal/zlf)