Stok minyak goreng curah di pasar belum sepenuhnya tersedia secara normal. Pedagang pasar pun mengeluhkan stok minyak goreng curah yang sedikit saat ini.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada distribusi minyak goreng di pasar, mengapa sampai saat ini kelangkaan masih terjadi?
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyampaikan saat ini susunan teknis distribusi minyak goreng curah bersubsidi diatur lewat Sistem Industri Nasional (SIINas). Semua urusan minyak goreng curah diatur dalam sistem tersebut. Pendaftaran harus dilakukan oleh pihak produsen, distributor, hingga ke agen penjualan.
Nah ternyata, proses pendaftaran itu menemui kendala karena banyak para agen-agen pedagang minyak goreng tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga tidak bisa ikut dalam sistem. Maka dari itu, banyak agen yang tak mendapatkan stok.
"Di lapangan itu ternyata banyak agen pedagang itu tidak punya NPWP, sehingga tak bisa ikut masuk sistem," ungkap Sahat dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV, Rabu (30/3/2022).
Bukan cuma itu, dari pihak produsen hungga distributor pun mengalami kesulitan karena sistem ini menggunakan instrumen baru. Maka dari itu, dia mengatakan memang pihaknya perlu waktu.
"Karena sistem IT ini memang untuk orang milenial, jadi di kami banyak yang sepuh dan gaptek, perlu waktu isi kira-kira 6 hari itu juga masih ada cenang perenang sana sini butuh waktu," kata Sahat.
Sahat bilang para produsen minyak goreng curah ditargetkan memproduksi 14 ribu ton per hari seluruh Indonesia. Target itu setara dengan 319 ribu kilo liter per bulan atau melampui rata-rata kebutuhan migor curah sekitar 388 ribu kilo liter dalam satu bulan.
Dia menjamin, pedagang pasar akan mendapatkan minyak goreng curah sesuai dengan HET Rp 14.000/liter atau setara Rp 15.500/kg.
"Dari sini ke pasar maksimal harga di sana tak boleh lebih dari Rp 13 ribu per liter ke penjual, supaya penjual dapat margin Rp 1000 perak per liter. Kalau dalam kilo itu harga ke pedagang kita Rp 14.389 karena biaya packing dan juga margin pedagan Rp 1.000 supaya sampai di konsumen Rp 15.500 per kilo," papar Sahat.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
(hal/dna)