Waduh! Penerimaan Negara Berpotensi Hilang Gara-gara Ini

Waduh! Penerimaan Negara Berpotensi Hilang Gara-gara Ini

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Jumat, 01 Apr 2022 14:10 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan arah kebijakan cukai hasil tembakau mendatang mempertimbangkan empat pilar kebijakan.

Pertama, pilar Kesehatan melalui pengendalian konsumsi tembakau. Kedua, pilar keberlangsungan industri mencakup keberlangsungan tenaga kerja. Ketiga, penerimaan negara, dan keempat, peredaran rokok illegal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nirwala menambahkan, dalam lampiran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun menjadi 8,7% pada 2024.

"Sehingga diharapkan besarana kenaikan cukai hasil tembakau mampu mengurangi angka prevalensi ini," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Pada aspek keberlangsungan industri, untuk meningkatkan efektivitas CHT dalam rangka mendukung upaya mengurangi konsumsi rokok, akan ada kebijakan dana bagi hasil cukai (DBH) cukai hasil tembakau seiring kenaikan tarif CHT.

"Melalui kebijakan ini Pemerintah berupaya meningkatkan dukungan terhadap petani/buruh tani tembakau serta buruh rokok," katanya.

Pilar penerimaan negara, menurut Nirwala Pemerintah harus memastikan kebijakan tarif CHT mampu menghasilkan penerimaan negara sesuai target APBN 2022 sebesar Rp193,53 triliun.

"Prioritas kebijakan cukai hasil tembakau bukan penerimaan negara, tetapi pengendalian aspek Kesehatan. penerimaan negara adalah konsekuensi pungutan yang hasilnya untuk mengurangi dampak negatif," terangnya.

Nirwala menegaskan sebagai langkah mitigasi kebijakan kenaikan tarif CHTdiperlukan aspek pengendalian peredaran rokok illegal.

"Pengawasan barang kena cukai (BKC) hasil tembakau saat ini mengedepankan langkah preventif, tanpa meninggalkan langkah represif untuk memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran," imbuhnya.

Pemerintah saat ini sedang merumuskan roadmap industri hasil tembakau. Perumusannya dipimpin oleh Kemenko Perekonomian dengan melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kementerian Perindustrian.

"Jika roadmap IHT disepakati dan dituangkan dalam produk hukum, Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal dan Bea Cukai dalam permusan kebijakan tarif CHT harus sesuai dengan ketentuan dalam peta jalan tersebut," ujar Nirwala.


(fdl/fdl)

Hide Ads