Jakarta -
Nyaris tiga puluh tahun sudah Rommel mengadu nasib di jalanan dengan menawarkan keahliannya melukis. Berbekal kanvas, kuas dan cat seadanya, dia lihai menggambar sesuai pesanan klien. Dia biasa menjajakan jasanya di trotoar Blok M Square, Jakarta Selatan.
detikcom menyambangi Rommel sekitar pukul 10.00 WIB. Saat didatangi, dia tampak sedang menata lukisannya yang disandarkan di pagar trotoar. Setidaknya ada 6 buah lukisan yang dia jajakan, ditambah sebuah kanvas yang didudukkan di alat penyangga berkaki tiga yang belum rampung dia lukis.
Dia terjun sebagai pelukis jalanan sejak tahun 1993. Sebelum melapak di trotoar Blok M Square, dia menjajakan jasa melukis di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Tentu saja bukan perkara mudah melukis di keramaian karena banyak pejalan kaki dan kendaraan yang lalu lalang. Belum lagi saat tersengat teriknya matahari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu pertama kali saya melukis kaki lima ini gerah saya, saya merasa nggak nyaman, merasa terganggu. Tapi setelah seminggu ke sini biasa saja," kata Rommel saat berbincang dengan detikcom.
Dia mampu melukis menggunakan cat biasa, cat air, cat akrilik, cat minyak hingga menggambar sketsa menggunakan pensil.
Rommel sangat menikmati profesinya sebagai pelukis jalanan meskipun penghasilannya tak menentu. Bahkan belum tentu setiap hari ada pelanggan yang memesan lukisan kepadanya.
Dia pun tak sendiri, setidaknya menurut penuturannya ada sekitar 20 pelukis jalanan yang mengadu nasib di tempat yang sama dengannya di kawasan Blok M Square.
"Banyak, di sini ada banyak nih kalau kumpul banyak, di belakang sana banyak, ada 20 lebih," sebutnya.
Tidak pasti hingga pukul berapa Rommel menunggu pelanggan datang. Kadang dia menutup lapak lukisannya sejak pukul 9 malam. Sesekali dia bertahan lebih lama hingga pukul 10 malam.
Lanjut ke halaman berikutnya
Dia bersama 20 pelukis lainnya memang diizinkan untuk mencari sesuap nasi di trotoar Blok M Square. Jadi, para pelukis jalanan ini tidak pernah diusir oleh petugas.
Tak cuma Blok M Square, di Jakarta Pusat juga ada markas pelukis jalanan, tepatnya di Sentra Lukis Pasar Baru. Bedanya, mereka menjajakan jasanya di dalam kios berukuran kecil. Lokasinya berada di seberang Gedung Kesenian Jakarta.
detikcom berkesempatan berbincang dengan salah satu pelukis di sana, Eko Bhandoyo. Dia bercerita bahwa komunitas pelukis di kawasan Pasar Baru itu sudah berdiri sejak 1999.
Dia menjelaskan komunitas tersebut berdiri dilatarbelakangi pasca kerusuhan 1998 di Jakarta yang menyebabkan perekonomian terpuruk, termasuk bidang pariwisata.
"Kami komunitas pelukis tadinya belum ada komunitas, kami pelukis jalanan di kisaran Pasar Baru ini diajak kerja sama oleh Pemda DKI Jakarta untuk membangkitkan kembali pariwisata di Jakarta dengan tema Citra Pariwisata tahun 1999. Salah satunya di sini ini komunitas ini atau pelukis jalanan ini dilokalisir di tempat ini sebagai salah satu tujuan wisata," papar Eko.
Dia menjadi seniman jalanan sejak tahun 1980an di sekitar Jalan Pos, Kecamatan Sawah Besar. Tak langsung menjadi pelukis, dia memulai usahanya dengan menjual kartu ucapan buatan tangan.
Di sentra lukis ini, para pelukis diberikan izin operasi oleh Pemprov DKI Jakarta dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00. Namun, seiring waktu para pelukis diberikan kelonggaran izin sehingga bisa buka lebih malam.
"Izin resminya dari pukul 8 pagi sampai pukul 17, SK Gubernur itu zaman Pak Sutiyoso, masih berlaku cuma ini diperingan, ada kesempatan dari Pemda sampai malam, saya kisaran magrib, pukul 6-7 malam, kecuali ada janji, sampai malam saya," terangnya.
Eko menyebutkan ada 29 kios di sentra lukis ini. Satu kios rata-rata terdiri dari 2 orang, yakni pelukis dan asistennya. Tapi ada juga yang tidak memakai asisten.
Mereka pun tidak dikenakan biaya sewa kios, hanya harus membayar retribusi Rp 100 ribu per bulan, dan biaya-biaya operasional lainnya.
"Kita cuma bayar retribusi ke Pemda per bulan Rp 100 ribu, lalu kebersihan kita atur sendiri lah ya, listrik termasuk kita atur sendiri, keamanan kita atur sendiri," tambahnya.
Simak Video "Kisah Pria Bali Jaga Kelestarian Budaya dengan Melukis di Lontar"
[Gambas:Video 20detik]